Semilir angin sore yang sejak tadi menemaniku bersantai di teras rumah membuatku merasa lebih rileks. Ditemani secangkir susu hangat, aku mulai menerawang langit sore yang indah nan menawan. Aku tersenyum sambil mengingat kembali hal apa saja yang sudah aku lakukan hari ini. Aku berhasil mengerjakan soal matematika di depan dan menjelaskannya kepada teman-temanku. Aku merasa bangga. Aku juga telah meminjamkan pulpen kesayanganku kepada Ari, teman sekelasku, walaupun kemudian dia menghilangkannya. Ketika pulang sekolah aku juga telah membantu seorang nenek yang hendak menyebrangi jalan raya. Semua itu kulakukan dengan keyakinan bahwa ketika kita berbuat baik kepada orang lain, maka kebaikan kita pasti akan dibalas.
“Hefaaa.. ayo ke dapur, bantu Bunda masak makan malam!” kudengar panggilan Bunda dari dapur.
Aku segera menyahut dan beranjak, “Iya Bun!”
Aku juga sering membantu Bunda di dapur. Masakan Bunda sangat lezat dan aku juga ingin bisa memasak seperti Bunda. Dan menurutku, makanan terenak kedua setelah masakan Bunda adalah Yamie Panda! Untuk pertama kalinya aku mencoba bakmie mahal itu adalah saat aku sedang duduk di bangku SD. Aku mendapat nilai Matematika 100 lalu Ayah membelikanku bakmie itu. Dan sampai sekarang, aku masih ingin mencoba Yamie Panda lagi, tetapi aku selalu tidak punya uang. Bunda tak pernah memberiku uang jajan karena setiap hari aku Bunda membawakanku bekal makanan ke sekolah.
“Hefa jangan lupa ya, kita harus banyak bersyukur. Jangan melihat ke atas terus, karena masih banyak yang lebih kekurangan daripada kita. Kalau kita bisa membantu, lebih baik bantu mereka. Membantu juga tidak harus dengan uang, ya, Hefa. Kita bisa membantu dengan tenaga atau dengan doa.” Itu adalah nasihat Bunda yang selalu aku ingat, dan nasihat itulah yang menjadi penyemangatku untuk selalu berusaha membantu orang lain.
Tepat selesai memasak, adzan Maghrib berkumandang. Setelah memindahkan masakan ke piring saji, kami melaksanakan shalat berjamaah di kamar Bunda. Lalu, kami makan malam bersama sambil berbincang-bincang dan saling bercanda. Aku sangat menghargai momen ini, karena aku tak ingin kehilangan momen seperti ini untuk yang kedua kalinya.
***
Esok harinya ketika aku sudah sampai di kelas, aku melihat hampir semua temanku sudah datang padahal ini baru pukul 06.30 WIB. Mereka sepertinya sedang sibuk mendiskusikan pelajaran. Pikiranku bertanya-tanya, apa mungkin nanti ada ulangan? Tapi seingatku tidak ada guru yang memberitahu jika hari ini ada ulangan. Setelah mengucapkan salam, aku segera duduk dan bertanya kepada Hana yang duduk di sebelahku.
“Han, kok tumben sih pagi pagi begini sudah pada datang? Semuanya juga sibuk belajar ya? Apa nanti ada ulangan?” tanyaku heran.
“Loh, memangnya kamu enggak tahu, Hef?” Hana menyahut dengan ekspresi yang lebih heran lagi.
“Guru kan enggak ada yang memberitahu.” jawabku singkat.
“Haduh, aku lupa kalau kamu nggak punya handphone. Tadi malam itu, Pak Parjo memberi tahu kalau hari ini ulangan Matematika. Ya kamu tahu kan, Pak Parjo itu kalau membuat soal ulangan kan susah banget! Makanya teman-teman yang lain juga lagi pada belajar. Oiya, kamu juga tolong ajarin aku ya Hef! Aku sama sekali nggak paham nih sama pelajarannya Pak Parjo.” jelas Hana panjang lebar. Aku yang mendengar kabar itu hanya mengangguk kecil dan mengiyakan permintaan Hana. Aku berusaha menjelaskan kepada Hana tentang materi yang tidak ia pahami.
Tak terasa, setengah jam berlalu. Tiba saatnya pelajaran Matematika dan tiba juga saatnya ulangan. Ketua kelas kami, Sandeva, memimpin doa pagi sebelum pelajaran di mulai. Setelah itu, Pak Parjo langsung membagikan kertas ulangan beserta soalnya.
“Ingat, jangan mencontek. Kerjakan dengan jujur.” begitu pesan Pak Parjo.
Setelah adanya instruksi, kami semua mulai mengerjakan soal ulangan yang jumlahnya 8 nomor. Sebelum ulangan, Hana berbisik kepadaku, “Hef, nanti kalau kita sama sama dapat nilai 100, aku bakal traktir kamu di Yamie Panda pulang sekolah!”
Mataku langsung berbinar dan menyahut, “Siap deh!!”, karena memang sudah lama aku mendambakan Yamie Panda.
***
Dua hari berlalu, hingga kini tiba saatnya hasil ulangan matematika dibagikan. Aku sudah yakin akan mendapat nilai bagus. Namun ketika hasil ulangan dibagikan, alangkah terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa nilaiku 90. Padahal aku sudah merasa mengerjakannya dengan benar. Dan yang lebih menyakitkannya lagi, ternyata Hana yang mendapatkan nilai 100! Hatiku langsung teriris begitu mengetahui nilai Hana. Sejak pagi tadi akulah yang sudah mengajarinya Matematika, lalu mengapa bukan aku yang mendapat nilai 100?
Kejadian ini begitu menyayat hatiku. Aku benci bercampur sedih, kecewa, dan kesal! Yamie Panda yang dijanjikan Hana tidak bisa kudapatkan. Aku malah menjadi sebal kepada Hana. Dia tahu bahwa dari dulu aku sangat ingin makan Yamie Panda! Tapi mengapa dia tak menraktirku secara cuma cuma saja? Padahal aku sering membantunya, membantu orang lain yang membutuhkan. Katanya, perbuatan baik kita pasti akan dibalas. Tapi nyatanya? Mengapa keinginanku yang sederhana ini tak bisa dikabulkan oleh Allah? Aku merasa ini tak adil.
Sepulang sekolah, aku langsung menangis di pangkuan Bunda, masih terngiang-ngiang Yamie Panda yang lezat, bakminya lembut, kuahnya segar, dan rasanya yang sangat nikmat! Kenapa untuk mencicipinya saja aku tidak bisa? Kenapa mencicipi Yamie Panda saja ternyata lebih sulit ketimbang membantu orang lain?
“Hefa.. berhenti nangisnya ya sayang. Bunda mau nasihatin Hefa. Hefa jangan pernah menyesal karena sudah berbuat baik kepada semua orang. Keinginan Hefa belum dikabulkan bukan berarti Allah nggak sayang sama Hefa. Allah sangat sayang sama Hefa sehingga Dia mau menguji hamba kesayangan-Nya. Apakah Hefa kuat diberi ujian? Semakin Hefa kuat, semakin tinggi pula iman Hefa karena Hefa menjadi semakin yakin jika Allah akan selalu memberikan kejutan di balik setiap masalah. Jika Hefa belum diberi kesempatan makan Yamie Panda, bisa jadi Allah menyiapkan makanan yang lebih enak dari Yamie Panda. Hefa percaya sama Allah kan?” Aku mengangguk. “Dan, walaupun nanti Bunda sudah nggak ada, ingat satu hal, bahwa Bunda dan Ayah masih terus mengawasi kamu dari surga. Jadi Hefa nggak boleh berhenti berbuat baik kepada oranglain, sekalipun mereka belum membalas kebaikan Hefa, tapi Allah pasti yang akan membalas. Oke?”
Aku terenyuh dengan ucapan Bunda, Bunda benar. Aku langsung memeluk Bunda erat-erat seakan tidak mau pisah. Bunda juga memelukku. Kami saling meneteskan air mata dalam hangatnya pelukan ini. Aku merasa begitu nyaman. Sampai kemudian, aku merasa ada yang aneh. Jantungku berdebar kencang. Bunda diam, tidak bergerak, tidak mau melepaskan tangannya. Aku langsung melepas pelukanku. Dengan mata tertutup, Bunda tersenyum, dan wajahnya pucat. Aku menepuk-nepuk pipi Bunda dengan kasar, aku takut! Aku takut Bunda pergi!
“Bundaaa!! Bunda bangun Bundaaa!!!! Bunda jangan pergi! Jangan tinggalin Hefa! BUNDAAAAAAAA…!!!!!!”
***
Selesai prosesi pemakaman Bunda, air mata masih tak mau berhenti mengalir di pipiku. Aku juga masih tidak ingin keluar kamar sampai hatiku terasa lebih plong. Namun kemudian, pintu kamarku diketuk oleh Nenek. “Hefa cucuku yang paling cantik, ini ada temanmu mau bertemu. Tolong buka pintunya ya..” Awalnya aku menolak karena aku tahu itu pasti Hana. Namun akhirnya, aku mau membuka karena merasa kasihan padanya.
“Hefa.. aku minta maaf ya sudah membuat kamu kecewa.” ucap Hana dengan nada memelas. Sepertinya ia mengucap dengan tulus.
Aku mengangguk dan tersenyum, “Aku yang salah kok, Han. Kamu sama sekali nggak salah. Maafin aku ya Han..”
“Ya, kita saling memaafkan aja, Hef. Oh iya, ini aku tadi habis beli Yamie Panda impianmu. Tanteku yang dari Australia datang kesini dan ngajak aku makan di Yamie Panda. Aku ingat kamu dan aku minta satu porsi dibungkus untuk kamu. Ini masih hangat kok! Kamu makan ya Hef.. terima saja sebagai ucapan maafku.” ujar Hana sambil menyodorkan bungkusan plastik berisi yamie.
Hatiku senang bukan main. Walaupun rasanya tidak sebahagia saat masih ada Ayah dan Bunda, tetapi aku bersyukur karena aku masih punya Hana yang baik hati dan Nenek yang juga akan mengasuhku mulai sekarang.
Sekarang, aku paham pesan Bunda. Aku yakin bahwa segala sesuatu terjadi untuk alasan tertentu. Jika aku mendapat nilai 100 dan Hana menraktirku Yamie Panda sepulang sekolah, aku akan telat sampai di rumah dan mungkin Bunda akan meninggal tanpa aku disampingnya. Mungkin juga aku tidak akan bisa mendengarkan nasihat terakhir Bunda. Mungkin saat Bunda meninggal, aku malah sedang bersenang-senang makan Yamie Panda bersama Hana. Allah masih sayang kepadaku, dan kepada Bunda. Walaupun sekarang tak ada Bunda dan Ayah di sisiku, aku yakin mereka berdua masih mengawasiku dari sana. Mulai sekarang aku juga akan mengubah pola pikirku dalam hal berbuat baik. Aku berjanji akan terus berusaha membantu orang di sekitarku dengan ikhlas dan tidak mengharapkan apapun. Karena aku yakin Allah-lah yang akan membalas semua kebaikanku dan aku juga yakin bahwa Allah sudah merencanakan yang terbaik untukku. Terimakasih Ya Allah…
Salmaa Putri Desihana
SMAN 4 SEMARANG