Perang badar merupakan pertempuran besar pertama yang terjadi antara umat Islam melawan kaum musyrik. Perang ini terjadi pada 17 Ramadhan 2 H atau bertepatan dengan 13 Maret 624 M. Pada perang ini, pasukan muslimin berjumlah 313 orang (77 muhajirin dan 236 Anshar) yang hanya membawa 90 unta dan 2 kuda. Sedangkan kaum musyrikin membawa pasukan sebanyak 950 orang yang dipimpin oleh ‘Uthbah bin Rabi’ah. Pasukan mereka diperkuat dengan 100 ekor kuda dan 700 ekor unta serta sejumlah senjata yang tak terbilang banyaknya.
Tapi tahukah kamu? Niat awal umat muslim bertemu dengan kaum musyrikin bukanlah untuk berperang, akan tetapi hanya ingin mendapatkan hak mereka kembali. Beberapa hari sebelum perang badar, para pembesar Quraish berkumpul dan memutuskan untuk merampas seluruh harta kaum muhajirin yang ditinggalkan di Makkah. Mereka bermaksud menjual harta kaum muslimin itu dan Abu Sufyan lah yang membawa harta-harta tersebut ke Syam untuk dijual.
Pada akhirnya berita ini sampailah pada Nabi dan para Sahabat di Madinah. Untuk mengambil kembali hak mereka, pergilah kaum muslimin untuk menghadang Abu Sufyan. Namun pihak Makkah mengetahui akan rencana kaum muslimin. Maka dari itu, satu pasukan besar berangkat dari Makkah untuk menyelamatkan harta yang dibawa oleh Abu Sufyan. Di tengah perjalanan, kaum muslimin mendengar kabar bahwa kaum musyrikin mulai mendekati mereka. Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk merubah Haluan. Alih-alih merampas dagangan Abu Sofyan Rasul saw memilih melawan pasukan besar itu. Hal ini menunjukkan kepada kaum kafir bahwa umat islam bukanlah kaum yang lemah. Maka bergeraklah pasukan muslimin ke arah sumber mata air di Badar.
Perang Badar
Hubab bin Mudzir menyampaikan pendapatnya yakni kaum muslimin disarankan untuk lebih mendekat ke sumber air lalu singgah disana. Dia mengusulkan untuk menggali beberapa sumur yang kemudian akan dikuasai oleh kaum muslimin. Dengan begitu, kaum musyrikin akan kesulitan dalam mendapatkan air dan harus melawan kaum muslimin terlebih dahulu jika ingin mendapatkannya. Pendapat tersebut disetujui oleh Rasulullah. Kaum muslimin menutup beberapa sumur di sekitar Badar dengan batu-batu. Kaum musyrikin yang ingin mendapatkan air harus mendekati satu-satunya sumur yang berada di dekat pasukan muslim berada. Selang beberapa waktu kemudian, kaum musyrikin datang. Dan benar, mereka mencari-cari air yang sangat mereka butuhkan, maka mau tidak mau, perang pun terjadi.
Sebelum perang, kedua kubu mengirimkan 3 jagoan untuk bertanding duel. Majulah beberapa orang Anshar untuk mewakili kaum muslimin. Namun hal itu ditolak oleh kaum musyrikin karena mereka hanya ingin melawan orang Makkah yang mereka anggap sederajat dengan Quraish. Maka majulah 3 pejuang Muhajirin, mereka adalah ‘Ubaidah, Hamzah, dan Ali bin Abi Thalib. Dalam tanding duel tersebut, ‘Ubaidah yang paling tua di antara mereka melawan ‘Utbah. Hamzah melawan Syaibah. Dan Ali melawan Al-Walid. Hamzah dan Ali membunuh kedua lawannya. Namun, tidak demikian halnya dengan ‘Ubaidah yang terkena dua tusukan. Ali dan Hamzah pun bergegas untuk menolong ‘Ubaidah, Uthbah bin Rabiah ditebas oleh pedang Hamzah.
Setelah duel, perang besar pun dimulai. Walau terpaut jauh dalam jumlah pasukan, kaum muslimin memiliki tekad yang kuat untuk memperjuangkan agamanya. Hamzah mengatur strategi sedemikian rupa agar pasukan yang kecil tersebut bisa memaksimalkan kekuatannya. Pada akhirnya, kaum muslimin berhasil meraih kemenangan. Kaum musyrikin pun pulang dengan membawa kekalahan yang memalukan. Tak hanya itu, banyak dari pembesar kafir Quraish yang gugur dalam peperangan, diantaranya: Abu Jahal, Umayah yang menyiksa Bilal, dan serta ayah dan keluarga Hindun, istrinya Abu Sofyan. Sementara yang syahid di kalangan muslim pada perang Badar berjumlah empat belas orang, yaitu 6 Muhajirin dan 8 orang dari Anshar.
Rasulullah dan para sahabat kembali ke Madinah dengan penuh rasa syukur. Rasulullah memerintahkan agar memperlakukan tawanan dengan baik (tidak diperlakukan seperti budak). Para sahabat pun mematuhi perintah tersebut. Rasulullah menginginkan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan. Diantara mereka ada yang tebusannya berupa mengajari kaum mulimin agar bisa membaca dan menulis.
Demikian kisah perang yang sangat ikonik. Dari peristiwa ini kita belajar bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Kaum muslimin dengan jumlah sedikit yang jika dipikir dengan logika tentu akan kalah dengan pasukan musyrikin yang jauh lebih banyak. Namun dengan izin Allah, kaum muslimin bisa memenangkan perang tersebut dengan usaha dan tekadnya yang kuat serta strategi yang tepat. Kembali lagi, kita sebagai makhluk hanya bisa berusaha dan berdoa. Lalu hasilnya kita serahkan pada Allah. Allah pasti akan memberikan yang terbaik bagi para kekasihnya.
Dengan adanya peristiwa ini, kita juga diajarkan akan pentingnya mengutamakan agama diatas segalanya. Kaum muslimin bisa saja tetap menghadang Abu Sufyan untuk mendapatkan kembali hartanya. Akan tetapi, Rasulullah menghendaki pasukan muslim untuk berbalik arah dengan tujuan menyongsong pasukan dari Makkah. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muslimin lebih mementingkan keimanan dibandingkan harta duniawi.
Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan. Umat muslim sedang dalam keadaan berpuasa. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat mereka untuk berperang menegakkan agama Allah. Bahkan saat jumlah mereka jauh lebih sedikit dibanding kaum musyrikin. Sudah sepatutnya, kita sebagai seorang muslim dalam melaksanakan ibadah puasa tidak banyak mengeluh karena puasa di zaman sekarang tentunya tidak seberat puasanya orang muslim di zaman dahulu.
Selain beberapa hikmah di atas, tentunya masih banyak lagi pelajaran lain yang dapat kita petik dari peristiwa sejarah ini. Semoga dengan tulisan ini, kita menjadi semakin sadar untuk melanjutkan semangat meninggikan kalimat Allah yang telah susah payah diperjuangkan oleh umat muslim terdahulu.