Jebol, jebol, kata itu menjadi semacam simbol kemenangan gangster cilik Kota Semarang ketika berhasil mengambil alih basecamp lawan. Gangster cilik di Kota Semarang menyimbolkan diri mereka dengan istilah “camp” Berita tentang geng bocah meresahkan warga Kota Semarang dan sempat menjadi viral ditahun 2017-2018.
Menurut Hastaning Sakti, Psikolog remaja dari Universitas Diponegoro (Undip) menyatakan, Fenomena makin maraknya tawuran dikalangan remaja menimpulkan keperihatinan. Berkelompok atau tergabung dalam sebuah geng akan membuat seseorang menjadi lebih berani. Hal-hal yang tidak berani dilakukan sendiri, bisa dilakukan karena adanya dorongan kekuatan dari rasa kebersamaan. Sayang, kebersamaan tersebut disalahartikan dengan kegiatan negatif seperti tawuran antar kelompok atau antar geng
Menurut pengakuan para gangster cilik di Semarang, istilah camp sebagai kumpulan remaja kampung yang mendirikan geng dan di Semarang jumlahnya mencapai ratusan karena tiap kampung mempunyai camp sendiri. Aktifitas anggota geng adalah menunjukkan eksitensinya dengan cara menjebol basecamp lawan dengan saling tantang satu sama dengan yang lain. Penulis pernah melihat langsung tawuran dua geng yang tidak berimbang sehingga terpojok terpojok dan menyelamatkan diri masuk di MAN 2 Semarang. Sungguh mengerikan mereka diancam akan habisi dengan dilempar batu tanpa ada rasa kasihan dan ketika aparat datang ketempat lokasi tawuran anak-anak pun berhamburan menyelamatkan dirinya masing-masing.
Aktivitas ala gangter memanfaatka media online untuk menunjukkan jatidiri masing-masing kelompok menjadi viral di media sosmed. Mereka tidak segan mengaploud kegiatannya bahkan tawuran antar gengster. Camp Semarang Allstar City adalah salahsatu grub faceboo k tertutup yang membuat istilah forum dan rembukan lewat sosmed, terus kopi darat dan bertemu lintas sekolah.
Berita tentang gangster bocah pernah dimuat salah satu koran Tribun, Senin 13 Nopember 2107 yang berjudul “ Kami Janjian Tawuran Lewat Instagram”. Sebagai guru saya perihatin dengan munculnya gangster cilik di kota Semarang dengan istilah Champ sebagai penanda nama kelompak. Mereka memanfaat media sosial untuk saling berinteraksi, baik berteman, publikasi, foto, hingga saling menantang. Aksi tawuran ganster cilik itu menggunakan beragam senjata seperti celurit, pedang, gergaji hingga gear.
Tawuran antar geng bocah sebenarnya diawali dari persaingan dan ejekan antar geng bocah bahkan tawuran terbut diunggah di youtube yang membuat orangtua miris melihatnya. Dalam youtube yang penulis lihat ada sejumlah remaja saling serang berlarian membawa pedang, celurit, gear dan senjata tajam yang lain. Mereka dengan bangga mengayunkan senjata tajam untuk menciderai orang lain. Tawuran tersebut dilakukan di jalan ditengah kota.
Edukasi Sedari Dini dan Pasang Mata- Mata di Medsos
Masa remaja adalah masa mencari jatidiri. Para gengter haus akan eksitensi dan menurut pemahaman mereka dengan tawuran ingin menunjukkan jatidirinya dengan tawuran dan menang menjadi kebanggan diri dan gengnya. Mereka menganggap dirinya hebat, kuat, pemberani, setia kawan, bersama mengangkat harkat dan martabat gengnya. Di dunia maya antar geng juga punya pertemanan dalam media sosial dan mereka juga mengaploud aktivitas masing-masing geng hungga membuat tantangan untuk tawuran secara terbuka.
Perlu segera ditindaklanjuti permasalahan ini dengan pendekatan dari hati ke hati dan edukasi berkelanjutan dan pencegahan baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Aktifitas siswa memanfaatkan media sosial selayaknya menjadi perhatian guru, khususnya guru bimbingaan konseling (BK). Sosialisasi dan koordinasi lintas perlu ditingkatkan untuk mengeleminir permasalahan, namun tidak semua guru tanggap dan familiar dengan sosmed dan mengoperasiakan IT. Dengan fakta tersebut guru BK harus respek hal sekecil apapun sesuai amanat dalam pedoman dan operasional BK yaitu responsif terhadap permasalahan yang dihadapi siswa.
Menurut Guru Besar Konseling Universitas Semarang (Unnes), Prof. DYP Sugiharto menyatakan “ Dari kacamata pendidikan, penyalahgunaan media sosial dapat diatasi dengan tindakan preventif aktifdan kuratif. Preventif artinya upaya sedini mungkin mengambil langkah guna pencegahan munculnya perbuatan negatif. Cara ini dilakukan tidak hanya guru, namun juga orangtua. Sedangkan kuratif adalah dengan mengobati agar tidak terlibat lebih jauh.
Guru membentuk mata elang untuk memantau FB temannya karena kalau guru kesulitan karena kalau ada ajakan pertemanan pasti di tolak . Siswa yang ditunjuk dapat embantu memberi informasi, dan di screenshot dan dikirim ke guru BK dan di follow up. Mata-mata yang diambil dari siswa perlu dibekali kemampuan ketrampilan konseling sebaya, sehingga akan mahir ketika menyelesaikan problem ketika guru yang bersangkutan sibuk atau diluar jam pelajaran di sekolah. Anak-anak yang nakal belum tentu karena pribadi anak, namun juga bisa disebabkan oleh ketidaknyamanan di keluarga karena broken home sehingga mendorong anak untuk mencari eksitensi diluar keluarga dan sekolah yang sulit kontrol.
Mohon kepada orangtua, aparat, tokoh masyarakat, guru, ustadz untuk memberikan edukasi kepada mereka sebelum ada korban. Semoga mereka sadar diri bahwa perbuatannya yang dilakukan selama ini mengganggu ketertiban dan merugikan orang lain. Anak-anak adalah aset bangsa yang sangat berharga yang harus diselamatkan.