Konsep pembentukan alam semesta tak terlepas dari awal mula adanya manusia, Adam alaihis salam adalah sosok manusia pertama yang diciptakan Allah dalam memulai roda kehidupan semesta. Perdebatan pertama yang pernah terjadi di alam semesta ini yaitu ketika Iblis diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam, namun ia menolak. Sebelumnya setelah Allah menciptakan manusia, Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Bentuk sujud yang dilakukan malaikat kepada Nabi Adam bukanlah seperti sujud seorang hamba kepada Tuhannya, melainkan sujud penghormatan bahwa manusia adalah mahluk yang paling mulia yang diciptakan oleh Allah SWT.
Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Adz-Dzariyat ayat 56 :
وما خلقت الجنّ والإنس إلاّ ليعبدون
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku “
Sebenarnya, sudah jelas untuk apa manusia di dunia ini diciptakan, ya, tak lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Jadi manusia hakikatnya merupakan salah satu unsur dari sebuah Agama. Seorang filusuf barat Karl Marx yang menolak keberadaan agama mengatakan bahwa agama adalah candu bagi pemeluknya. Apa yang dikatakan Marx jika kita tarik benang merahnya dengan kondisi bangsa kita hari ini bisa jadi ini sangat relevan. Mengapa tidak? Hari ini, para manusia modern selalu mengedepankan ego mereka sebagai umat beragama dengan bertindak layaknya tuhan, tanpa menyadari bahwa mereka hanyalah seorang hamba. Seorang hamba tentu tidak memiliki hak dan wewenang untuk menghakimi hamba lainnya, karena kedudukan kita setara yaitu sama-sama sebatas hamba, bukan Tuhan.
Manusia modern saat ini yang mengaku sebagai umat beragama sudah jauh melampau batas. Apa yang menjadi pemahamannya harus sama dengan orang lain, tanpa melihat sisi yang berbeda. Padahal sejatinya semua umat manusia akan kembali kepada Tuhan yang satu yaitu Allah SWT. Mereka selalu berpayung pada tebeng agama dalam mempertahankan eksistensi kelompoknya. Agama selalu menjadi senjata mereka dalam merebut kekuasaan.
Hari ini, hak-hak Allah sudah direbut oleh manusia, memvonis, menghakimi, mengkafirkan orang, kita sudah lupa bahwa itu semua bukan wewenang kita dalam kapasitas kita sebagai manusia. Yang kita sakralkan bukan lagi Agama tetapi pemikiran kita terhadap agama itu sendiri, yang kita sakralkan bukan lagi Al-Qur’an, tetapi tafsir kita terhadap Al-Qur’an itu sendiri, yang kita sembah-sembah adalah pemikiran kita, bahwa apa yang kita pahami itulah yang paling benar. Padahal hakikat beragama adalah membersihkan hati, menjernihkan jiwa. Agama akan tetap kokoh dengan sendirinya tanpa perlu kita bela mati-matian, agama adalah wadah supaya kita bisa mendekatkan diri kepada tuhan (Sang Pencipta). Jadi saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan Gus Dur bahwa “ Tuhan itu gak perlu dibela “, dengan begitu apakah kita semakin dekat dengan Allah atau justru semakin menjauh?.
Kita sudah lupa, bahwa tugas kita hanya untuk beribadah kepada Allah, tidak lebih dari itu. Sebagai contoh, belum tentu orang yang menghakimi Ahok sebagai penista agama adalah orang yang mengerti akan tafsir Al-Qur’an, bisa jadi kita hanya tergiring opini dan termakan oleh media, tanpa penelaahan yang valid. Hari ini, sudah tidak zamannya orang berdebat mengenai sholat subuh harus dengan qunut atau tidak, pertanyaannya apakah kita masih bertahan dengan kualitas sholat subuh kita yang tepat waktu dan tidak kesiangan?, terkadang kita terlena dengan identitas yang menempel pada diri kita. Kefanatikan kita terhadap suatu embel-embel yang ada pada diri kita membuat kita menutup mata pada kebenaran dari golongan yang berbeda.
Untuk itu, sebelum kita lebih jauh dalam beragama, alangkah lebih baik kita belajar terlebih dahulu bagaimana menjadi manusia yang ideal, manusia yang mengerti akan batasannya, bukan manusia yang bertindak layaknya tuhan. Agama bisa menjadi landasan kita dalam berpolitik, dalam artian nilai-nilai agama harus menjadi pedoman saat kita bertindak dalam berpolitik, larangan untuk curang, korupsi, itu semua diajarkan di agama manapun. Yang menjadi larangan adalah ketika agama dipolitisasi, agama dijadikan alat dalam melancarkan misi berpolitik, dimanipulasi, dieksploitasi demi kepentingan individu.