وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر (3)
Pesan tersirat yang ingin disampaikan Allah kepada semua hambanya dalam QS. Al-Ashar diatas bahwa setiap manusia mempunyai batas waktu yang telah ditentukan, waktu akan terus berjalan tanpa ada kompromi dengan siapapun. Memainkan atau justru kamu dipermainkan oleh waktu?
Yah, kerugian besar menanti kita semua jika bom waktu itu meledak, habis sudah masanya. Sejauh usiamu hari ini apa yang sudah kamu lakukan untuk masa yang akan datang? Banyak dari kita selalu terlena dengan yang namanya waktu yang tidak pernah kita sadari. Menurut Syaikh Abdur Rahman Bin Nashir As-sa’di rahimahullah, manusia benar-benar dalam kerugian, beliau mengklasifikasikan kerugian ini dalam dua macam[1] :
- Yang pertama kerugian mutlak, yaitu orang yang merugi di dunia dan di akhirat. Ia luput dari nikmat dan mendapat siksa di neraka Jahim.
- Yang kedua Kerugian sebagian, beruntung di dunia namun rugi di akhiratnya.
Sikap kita dalam menghargai waktu sangat menentukan nasib kita di hari esok. Seorang siswa yang melakukan cara belajar continous (materi yang diajarkan selalu dipelajari setiap harinya) dengan siswa yang melakukan pembelajaran secara SKS (sistem kebut semalam) hasilnya sangat jauh berbeda. Apa yang dipelajari siswa dengan cara continous tidak akan mudah terlupakan, dalam artian sebanyak apapun ilmu yang ia pelajari akan tetap tertanam pada dirinya. Sedangkan mereka yang lebih suka dengan cara belajar SKS akan sangat mudah terlupakan apa yang dipelajarinya, mereka hanya mempersiapkan materi pada saat yang diujikan, setelah itu akan terlepas.
Dalam surah Al-Ashr diatas, pada ayat selanjutnya Allah mengkecualikan orang-orang yang merugi kepada mereka yang beriman dan yang beramal shaleh, serta mereka yang saling menasehati dalam hal kebaikan dan bersabar.
Terlepas dari hal agama, seorang filusuf barat Agustinus mengatakan, bahwa waktu terbagi menjadi dua kategori. Yang pertama adalah waktu Subyektif, yaitu waktu yang kita rasakan didalam batin. Yang kedua adalah waktu Obyektif, yaitu waktu yang terpaku pada jam dan kalender (secara riil). Lebih mudahnya, satu jam kita belajar pada mata pelajaran yang tidak kita gemari seperti saya yang tidak suka pelajaran Fisika misalnya, akan merasakan waktu yang sangat lama dibanding ketika kita sedang bermain playstation atau sedang bersama kekasih, satu jam terasa sangat singkat. Secara obyektif kedua situasi tersebut sama, kita dihadapkan pada durasi satu jam yang sama hitungannya, sama-sama 60 menit, namun secara subyektif keduanya sangatlah berbeda.
Masyarakat barat pada awal masa perkembangan, mereka menggariskan waktu secara linear, ada yang namanya masa lalu, ada masa kini, dan masa depan. Posisi kita saat ini adalah ditengah yaitu di masa kini. Orang yang berada pada masa kini tentunya tidak akan bisa kembali di masa lalu. Nah, problemnya hari ini kita selalu menanamkan pada pola pikir seperti itu dengan menyalah artikan“ yang lalu biarlah berlalu”, hal ini membuat kita selalu tidak fokus dengan apa yang harus kita capai dan kita kejar. Kegagalan tentunya akan selalu menghantui pikiran kita, namun optimisme tetap harus kita pegang bukan?. Flashback atau evaluasi harusnya sangat penting, kita akan semakin mengetahui posisi kelemahan kita, kekurangan kita, dan apa yang harus kita perbaiki. Itulah mengapa dalam sistem pendidikan yang ideal harusnya memberikan masa dimana seorang pelajar mendapat waktu untuk memperbaiki kesalahannya dengan melakukan Remedial. Maksud dari yang lalu biarlah berlalu harusnya adalah bagaimana cara agar kita bisa Move On, selalu melangkah kedepan. Orang yang terpaku pada masa lalu kata Imam Ghazali seperti kambing yang terikat di pojokan, ia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menunggu sang tuan mengajaknya pergi jalan-jalan, mengajaknya keluar dari kandang. Dan biasanya, orang yang terjerat pada masa lalu menandakan bahwa sekarang ia tidak sukses. “ Islam dulu berjaya “, berarti islam sekarang tidak berjaya, “ dulu, kita menguasai…bla,bla,bla.” berarti sekarang kita tidak punya apa-apa. Terpaku pada masalalu hanya membuat kita semakin tidak berkembang, kita tidak melihat kedepan, orang lain terus berjalan kedepan, sedangkan kita hanya termenung dan melihat kebelakang, mengenang puing-puing kejayaan kita yang sudah usang dan renta tanpa inisiatif ingin memperbaiki dan mengulang untuk menjadi lebih baik.
Imam syafi’i pernah mengatakan :
الوقت كسيف فإن لم تقطعه قطعك,
“ Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memotongnya (memanfa’atkannya), maka dia akan memotongmu “
Seperti judul tulisan ini, waktu akan selalu berjalan, bermain arus atau dimainkan oleh arus, orang yang bermain arung jeram akan tetap berusaha melawan bebatuan yang ada depannya dengan mengayuhkan papan dayung atau bekerjasama dengan timnya agar tidak terguling/ terjatuh didalam air atau terbentur pada bebatuan. Sedangkan mereka yang diam dan tidak berbuat apa-apa, terlena dengan arus air yang mendatar suatu saat akan terguling dan terjatuh kedalam sungai. Lebih lanjut imam syafi’i mengatakan dalam lanjutan syair diatas :
ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل
“ jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (bathil) “
Lalu, bagaimana sikap kita dengan bom waktu ini?, buatlah manajemen waktu dalam diri kita!. Dengan kualifikasi berikut :
- Kegiatan bermanfaat, memanfaatkan waktu pada hal-hal kebaikan dan bermanfaat memang harus dilatih sejak awal dan dilakukan secara berkelanjutan (istiqomah), membuat main list apa yang harus kita lakukan dan apa yang tidak semestinya kita lakukan juga perlu. Seperti bermain media sosial, apa yang sebenarnya tidak perlu kita posting maka untuk apa kita lakukan, pacaran, yang mungkin bagi kita tidak ada gunanya, tidak memberikan efek yang berarti ya lebih baik kita tinggal, merokok dan lain-lain.
- Seimbang, gunakan waktu kita secara seimbang. Secara obyektif menurut agustinus diatas, semua orang memiliki durasi waktu yang sama, satu hari adalah 24 jam. Satu harinya Pak Jokowi sama dengan satu hari kita, kalau Jokowi bisa menghadiri puluhan acara dalam satu hari, lalu bagaimana dengan kita? Ada pagi, siang, dan malam. Alokasikan waktu sesuai dengan kebutuhan, kita memerlukan asupan spiritual maka kita harus membagi waktu untuk beribadah (sholat, ngaji, dll), tubuh kita juga harus di suplay dengan kebutuhan jasmani seperti olahraga, dan refreshing jika diperlukan. Juga membagi waktu kita dengan membuat relasi, bersosial dengan orang lain, karena disadari bahwa kita sangat membutuhkan mereka dalam kehidupan kita.
- Proporsional, yang terakhir adalah proporsional, yaitu mengukur kekuatan, kemampuan kita dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Seharian kita tidak bisa jika harus disibukkan dengan mengerjakan PR matematika atau bahasa arab semisal, pikiran kita pasti akan kelelahan. Hati yang capek tidak bisa melihat kebaikan, hanya membuat emosional kita semakin naik, begitu halnya dengan pikiran, kelelahan berpikir justru akan membuat kita semakin buntu dan tidak bisa berfikir jernih. Maka perlu adanya proporsional dalam manajemen waktu kita supaya semuanya seimbang dan membuat kemanfaatan bagi diri kita maupun orang lain.
“ your time is limited, so dont waste it living someone else’s life “
“ Waktumu sangat terbatas, jadi jangan membuang-buang watumu untuk menjadi seperti orang lain “ – Steve Jobs
[1]Tafsir Al-Karimir Rahman Fii Tafsir Kalaamil Mannan, Syaikh Abdur Rahman Bin Nashir As-Sa’di, terbitan Mu’asasah Ar-Risalah, cetakan pertama, 1432 H