قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran:31)
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencintai dengan Meneladani
Tidak diragukan bahwa hari kelahiran Nabi saw merupakan salah satu hari Allah yang sangat penting. Hal ini dapat disimpulkan dari makna umum firman Allah swt:
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (Ibrahim : 5)
أَيَّامِ اللَّه (Hari-hari Allah) adalah hari-hari dimana ditampakkan kekuasaan Allah swt baik terkait dengan petaka dan cobaan yang perlu dihadapi dengan kesabaran atau berupa anugerah, pertolongan dan kebahagiaan yang harus disyukuri. Kelahiran para nabi merupakan anugerah besar bagi umat manusia yang harus selalu diingat. Rasa syukur atasnya menuntut pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lidah, dan pengamalan dengan anggota tubuh. Apabila hal ini telah menjadi karakter dan mendarah daging dalam kepribadian seseorang maka disebut dengan شَكُور , Hamba dengan karakteristik seperti inilah yang akan bisa menangkap tanda-tanda kekuasaan Allah.(1)
Allah swt memberitakan kelahiran para Nabi-Nya dalam al Qur’an dengan ungkapan ‘kabar gembira’. Seperti kabar gembira atas lahirnya Nabi Isa (Ali Imran:45), Nabi Yahya (Maryam:7), Nabi Ismail (As Saffat:101), Nabi Ishaq (As Saffat:112) dan yang lainnya.
وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. (As Saffat:112)
Kelahiran para nabi itu juga selalu diiringi dengan ucapan salam (kesejahteraan), berbagai pujian serta diceritakan kisah perjalanan kenabiannya yang penuh hikmah dan pelajaran. seperti dalam Al Qur’an:
وَسَلَامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَيَوْمَ يَمُوتُ وَيَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا
Kesejahteraan atas dirinya (Nabi Yahya) pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. (Maryam : 15)
Dengan berpedoman pada tuntunan Allah dalam Al Qur’an, memperingati hari lahir Nabi saw berarti mematuhi perintah Allah swt. Yaitu mengagungkan hari-hari Allah yang mulia, menyebarkan kabar gembira, menyampaikan salam dan kesejahteraan pada Rasul-Nya, melantunkan syair-syair pujian serta menuturkan kisah perjuangan beliau yang penuh hikmah. Maka yang demikian itu bukanlah bid’ah, sebaliknya merupakan tradisi yang baik dan ekspresi akhlaq yang mulia. Meski perayaan maulid seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya di masa Rasulullah saw dan para Sahabat.(2)
Perbuatan yang tidak dilakukan di jaman Nabi saw belum tentu dianggap sebagai bid’ah. Bisa jadi pada saat itu memang belum ada kebutuhan yang mendesak, sehingga tidak atau belum dilakukan. Contoh adanya ide pengumpulan dan pembukuan Al Qur’an di zaman Abu Bakar dicetuskan setelah peristiwa perang Yamamah yang mengakibatkan gugurnya banyak penghafal al Qur’an. Penyusunan Al Qur’an sebagai mushaf di zaman Utsman dilakukan karena kekuasaan Islam sudah demikian luas sehingga dibutuhkan hadirnya mushaf Al Qur’an yang seragam di seluruh wilayah-wilayah Islam. Baik pembukuan maupun penyeragaman dalam bentuk mushaf Al Qur’an tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh Nabi saw.(3)
Kita juga memahami, merayakan hari lahir bukanlah tradisi masyarakat Arab, sehingga Nabi saw dan para sahabat tidak melakukannya. Pada era Sahabat dan generasi Tabi’in, menceritakan kisah-kisah Nabi Muhammad saw menjadi rutinitas harian seperti halnya mereka membaca al Qur’an. Seperti perkataan Sa’ad bin Abi Waqqas: “Kami mengisahkan pada anak-anak kami kisah-kisah peperangan Nabi saw sebagaimana kami menghafal Surah dari Al-Qur’an, dengan bercerita pada anak-anak apa yang terjadi dalam perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, dan perang Khaibar”.(4)
Sedangkan di jaman sekarang orang sudah banyak melupakan peri kehidupan Nabi saw sehingga merayakan kelahiran Rasul saw dan mengenang kembali perjuangan beliau menjadi kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan. Hal inilah yang melatari perayaan maulid pertama kali yang diselenggarakan oleh sultan Muzhaffar pada 1226 M. Beliau bermaksud hendak membangkitkan semangat juang kaum muslimin dalam jihad melawan agresi tentara Frank dalam perang Salib.
Mencintai dengan Bershalawat
Dalam peringatan Maulid Nabi saw terdapat dorongan kuat untuk membaca shalawat. Shalawat kepada Nabi saw adalah perintah wajib yang datang dari Allah swt
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al Ahzab:56)
Segala sesuatu yang menjadi dorongan melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh syara’, berarti diperintahkan pula dalam syara’. Hal ini sesuai dengan kaidah ushuliyah:
مَا لاَ يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sesuatu yang tidak dapat sempurna sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka sesuatu tersebut juga berhukum wajib.” Maka demikian halnya dengan peringatan maulid Nabi saw, ia mengingatkan dan memberi dorongan kepada umat islam untuk memanjatkan shalawat.
Shalawat adalah tanda cinta kepada Nabi saw. Melalui shalawat tercurah rahmat dari Allah swt kepada para pemohonnya melalui keberkahan Rasulullah saw.
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim)
Kami memperingati hari kelahiran Nabi saw karena kami mencintainya. Bagaimana mungkin kami tidak mencintainya, padahal seluruh alam semesta mengenalnya dan mencintainya. Kita berupaya mencintai beliau dengan mengingat serta meneladani beliau dan dengan menyampaikan shalawat kepada Rasul saw.(5)
Pendapat para Ulama Kontemporer tentang Maulid:
- DR. Yusuf Qaradhawi (Ulama Mesir, tokoh Ikhwanul Muslimin)(4)
Ada salah satu jenis perayaan/peringatan yang dapat kita anggap bermanfaat bagi umat Islam. Kita tahu bahwa para Sahabat tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad saw, Hijrah, dan Perang Badar, kenapa? Karena kejadian-kejadian di atas mereka alami secara langsung dalam kehidupan nyata. Mereka hidup bersama Nabi saw dan Rasul saw hidup dalam hati mereka, tidak hilang dari kesadaran mereka. Mereka bercerita pada anak-anak mereka apa yang terjadi pada masa hidup Nabi saw sehingga mereka tidak perlu memperingati perayaan-perayaan semacam ini.
Kemudian datanglah masa di mana manusia melupakan berbagai peristiwa di atas dan hilang dari kesadaran, jiwa dan hati mereka. Maka manusia perlu untuk menghidupkan kembali pemahaman yang telah mati dan mengingat peristiwa yang sudah terlupakan. Betul, terdapat hal-hal bid’ah dalam perkara ini tapi saya berpendapat bahwa kita merayakannya untuk mengingatkan manusia atas hakikat perjalanan kenabian dan risalahnya. Saat kita memperingati Maulid Nabi saw maka saya memperingati kelahiran terutusnya Nabi saw; maka saya mengingatkan manusia atas diutusnya Rasulullah saw dan kisah kenabian beliau.
- Sayid Muhamad Alwi Al Maliki (Ulama’ sunni Makkah)(6)
Saya berpendapat atas bolehnya merayakan maulid Nabi saw dan berkumpul untuk mendengar sejarah Rasul saw, membaca shalawat dan salam untuk Nabi saw, mendengarkan puji-pujian yang diucapan untuk beliau, memberi makan (pada yang hadir) dan menyenangkan hati umat.
Perayaan maulid Nabi saw dapat dibenarkan karena ia bukanlah suatu ibadah ritual (mahdhah), melainkan merupakan salah satu cara untuk mengenang Rasulullah saw dan mempelajari ajaran Islam, hal mana sesuai dengan kaidah keagamaan. Bahkan Nabi saw sendiri punya cara merayakan hari lahirnya dengan cara berpuasa di hari senin.
- DR. Ali Jum’ah (Ulama besar Al Azhar dan mufti Mesir)(2)
Kami memandang tradisi memperingati maulid Nabi saw adalah dianjurkan karena sesuai dengan sikap keseluruhan umat dan ulama’. Adapun bentuknya adalah dengan kegiatan-kegiatan yang berfaedah seperti membaca Al Qur’an, berzikir dan memberi makan, serta tidak boleh dicampuri dengan aneka kegiatan tercela seperti tari-tarian, menabuh kendang dan semisalnya. Tidak perlu diperhatikan pandangan orang nyeleneh dan melawan arus kesepakatan amali umat dan pendapat-pendapat para ulama. Tentu saja peringatan maulid tidaklah terlalu berlebihan bagi Nabi saw, Rahmah yang dianugerahkan dan kekasih Tuhan alam semesta.
- DR. Quraish Shihab (Ulama pakar tafsir-hadits, penulis tafsir Al Misbah)(3)
Setiap Rabiul Awwal kaum muslim di penjuru dunia memperingati hari kelahiran Nabi saw. Memang ada segelintir masyarakat muslim yang enggan memperingatinya dengan dalih bahwa itu bid’ah karena tidak dilakukan oleh Nabi saw. Terlepas dari benar tidaknya dalih tersebut, yang pasti dan tidak boleh diperselisihkan adalah bahwa sekian banyak tokoh yang disebut dalam al Qur’an yang Allah perintahkan agar disebut/diingat-ingat untuk diteladani, seperti Nabi Ibrahim, Musa, Ismail dll. Apakah tidak wajar jika orang berkumpul menguraikan tentang Nabi Muhammad saw, ajaran dan keteladanan beliau? Bukankah Al Qur’an memerintah umat manusia untuk menyambut dan bergembira dengan kehadiran beliau membawa ajaran Islam dan rahmat ke pentas bumi ini (QS. Yunus:57-58)?
Referensi
- Quraish Shihab, 2009, Tafsir Al Misbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian AL Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, Cetakan V : 2012
- Ali Jum’ah, 2012, Bukan Bid’ah, Lentera Hati, Tangerang Selatan
- Quraish Shihab, 2016, Kumpulan 101 Kultum tentang Islam, Lentera Hati, Tangerang
- http://www.alkhoirot.net/2012/02/hukum-maulid-nabi.html
- Ibnu Athaillah Al Sakandari, 2009, Tutur Penerang Hati (Terjemahan Bahjat al Nufus), Penerbit Zaman, Jakarta
- http://www.muslimoderat.net/2016/11/sayyid-muhammad-ibn-alawi-al-maliki-21.html#ixzz5WuI1ZfX8