Sungguh sulit mencari negarawan sejati di negeri ini. Karena seorang negarawan akan selalu memikirkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan serta kekuasaan yang di embannya adalah amanah yang harus di jalankan dengan intregritas tinggi, dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat, tidak gila hormat, jabatan serta memberikan kesempatan untuk generasi berikutnya memimpin negeri ini.
Realita di negeri ini pejabat-pejabat masih banyak yang berpikir berpikir pragmatis dan hedonis ketika menjabat dengan memperkaya diri sendiri , keluarga, golongan dan kroni-kroninya, untuk mempertahankan jabatan dan kekuasaan dengan segala cara. Mereka berprinsip kekuasaan adalah alat untuk menambah pundi-pundi kekayaan dan lebih banyak mengutamakan kepentingan partai dan golongannya. Wajarlah banyak pejabat yang di tangkap KPK karena terbelit sebuah kasus. Gubernur, Bupati, Anggota Dewan, Pengusaha satupersatu tersangkut korupsi.
Contoh negarawan sejati telah di contohkan Khulafaurrasidin. Salah satunya adalah khalifah Ali bin Abi Thalib. Ketika Rasulullah saw telang pulang ke Rahmatullah, sayyidina Ali tetap menghargai Khalifah Abu Bakar As-Syidiq yang di tunjuk Rasulullah untuk menggantikan tongkat estafet kepemimpinan, walaupun para pengikutnya bersikukuh keras agar pengganti Rasulullah saw adalah pimpinanannya karena Sayyiidina Ali adalah Ahlul Bait (keluarga Rasulullah saw yang harus di hormati dan berhak untuk memimpin). Sayyidina Ali bisa mengarahkan, meyakinkan, membimbing para pengikutnya tanpa gejolak dan walhasil mendukung sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah pertama. Sungguh negarawan yang luar biasa. Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak gila kehormatan kekayaan dan jabatan walaupun ada kesempatan, karena semua langkah yang ambil adalah untuk kepentingan yang lebih besar. Coba kalau kita bandingkan dengan calon bupati, gubernur, walikota yang kalah dalam pemilihan di negeri ini, mereka di pastikan akan menggunakan kesempatan untuk menjungkalkan musuh politiknya. Apalagi para pendukungnya mau untuk di gerakkan dan militan. Kloplah predikat politikus yang berprinsip tidak ada kawan yang abadi dan kepentinganlah yang paling abadi. Khalifah Umar bin Khatab juga tidak kalah dengan Sayyidina Ali ketika lebih membela orang yahudi yang tanahnya akan di bangun tempat ibadah daripada gubernur yang di angkatnya dengan mengirim tulang yang di gores dengan pedang sebagai peringatan dan wujud ketidaksetujuan khalifah atas langkah-langkah gubernur.
Tokoh negarawan negeri ini yang patut di contoh adalah Mohammad Hatta Sang founding fathers negara Indonesia. Bung Hatta terkenal dengan dengan sikapnya yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas segala-galanya. Konon bung Hatta pula yang membujuk tokoh-tokoh islam agar mau berbesar hati menghapus tujuh kata dari piagam Jakarta agar tidak menyinggung perasaan agama lain dan perwakilan Indonesia timur, karena subtansi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa juga sama dengan piagam Jakarta. Kita juga bisa belajar dari HOS Cokroaminoto, Muhammad Natsir, Syahrir, Muhammad Roem, Kasman Singodimejo sebagai negarawan sejati. Negarawan sejati dalam berprinsip sangat kuat, sehingga dalam kehidupannya rela miskin atau bahkan dipenjarapun siap. Jadi negarawan akan selalu memikirkan tentang next generation sedang politikus memikirkan next election dan walhasil negarawan akan selalu berkorban untuk generasi yang akan datang, sedangkan politikus terkadang mengorbankan generasi yang akan datang. Satu-persatu politikus, pejabat terjerat kasus korupsi Walikota Malang, Bupati Klaten bahkan bantuan untuk gempa di Lombok pun di korupsi. Sungg
Tidaak salah kalau para elite negeri ini bisa menengok ke belakang untuk menyerap inspirasi kebangsaan dan kenegarawan darai tokoh-tokoh pendahulu negeri ini. Tujuan negeri ini setelah merdeka adalah agar rakyat adil,makmur dan negara ini di perintah secara adil agar rakyatnya sejahtera. Semoga para pemimpin negeri ini bisa mengambil contoh, sehingga negera Indonesia menjadi baldatun toyyibun warabbun ghafur. Amin. Semoga menjadi renungan.