Di tahun 2018 ada peristiwa menghebohkan dan menjadi viral karena diliput hampir tiap hari di media cetak dan elektronik tentang penggerebekan aparat pada sebuah event prostitusi gay “The Wild One” di Kawasan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, pukul 19. 30 WIB. Event tersebut digelar PT. Antlantis Ruko Kokan Permatan B. 15-16. Tim Opsnal dan Resmo Polres Jakarta Utara telah mengamankan 141 orang dan di jerat pasal UU No. 4 tahun 2008 tentang pornografi. Walaupun dalam penggerebekan tersebut mendapatkan kritik dari koalisi LSM yang terdiri dari LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH ers, ICJR, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arus Pelangi, karena ada anggapan ada penyebaran foto bugil di masyarakat serta indikasi kesewenang-wenangan, penelanjangan. Pelaku ditangkap, digiring dimasukkan kedalam bus angkotan kota menuju Polres Utara. Kepolisian tetap gigih dalam menegakkan UU karena telah diatur tentang peran-peran apa saja yang dilarang dalam kegiatan pornografi, sehingga penindakan ini berdasarkan hukum bukan berdasarkan kewenangan yang tidak terbatas. Penyebaran foto-foto dan menjadi viral bukan disebarkan oleh Kepolisian, namun oleh fihak lain. Kabagpenum Divisi Humas Polri Kobes Martinus Sitompul menyatakan “ Bilamana masyarakat keberatan dengan informasi-informasi yang beredar, silakan mendatangi kami, meminta penjelasan tentang prosesnya. Jangan keberatan itu disampaikan ke masyarakat tanpa konfirmasi kami, bisa saja informasi yang diterima sepihak. Alangkah baiknya konfirmasi langsung ke kami”. Dengan konfirmasi ke kami, permasalahan akan menjadi jelas.
Penggeledahan pesta ini ternyata menyita perhatian dunia katrena berbegai media luar negeri seperti CNN, New York Time, Arab News dan Aljazeraa meliput dengan sudut pandang yang berbeda. Tindakan ini adalah menunjukkan kepada publik dan merupakan tindakan tegas terhadap kaum LGBT (Lesbi, Gay, Bisexual dan Transgender) di Indonesia. Kepolisian juga menangkap 4 warga asing (WNA) yang terjaring yang berasal dari Singapura, Malaysia dan Inggris penggerebekan dan akan melaporkan ke masing-masing kedutaan besar negara mereka berasal sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) Polisi dalam memproses hukum WNA. Polisi berkewajiban melaporkan kepada konsulat jenderal atau kedutaan besar sebuah negara, apabila ada warga negara tersebut yang ditangkap polisi dalam kaitann peristiwa pidana atau perbuatan melawan hukum.
Kasus panas yang terjadi tersebut memberikan pembelajaran bahwa Lesbian, gay, biseksual, transgender bahkan pergaulan bebas di kota metropolis sangat rentan. Wajarlah M. Nasir sebagai Menristek dan Dikti pernah mengancam keberadaan Lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) melalui Support Group and Resource on Sexuality Studies (SGRC) sebagai kelompok perusak moral bangsa. Pernyataan Nasir juga dikecam balik oleh Osman Tanjung sekretaris Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga Indonesia dengan alasan sikap Nasir tidak sesuai dengan Nawacita yang di programkan oleh pemerintah. Sikap Nasir dianggap bertentangan dengan keinginan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi seperti yang dicita-citakan. Nawacita menurut Osman, sebuah perguruan tinggi yang menyensor dan membatasi debat akademik dan kebebasan berpendapat akan gagal mencapai maksud dan tujuan didirikannya, apalagi untuk menjadi perguruan tinggi yang mengglobal. Urusan LGBT tidak sesuai nilai kesusilaan dan bukan urusannya, Nasir bukan polisi susila, urus saja tupoksi dan Nawacita Kemenristek-Dikti
Menunggu Sikap Pemerintah Terhadap Kasus LGBT
Menurut penulis, pernyataan Nasir sebagai orang timur yang taat beragama tentu dengan melihat fenomena di masyarakat. Permasalahan moral ini akan menjadi gunung es yang menjulang tinggi yang siap meleleh bila masyarakat sudah toleran dengan merebaknya LGBT. Belajar dari peradaban manusia dikala nabi Luth AS diutus Allah SWT untuk membawa risalah pada kaum Sodom yang saling mencintai sesama jenis, bahkan isterinya nabi Luth AS juga ikut dalam kelompok Sodom akhirnya Allah hancurkan semua pengikutnya yang tidak taat pada seruan utusanNya. Senada dengan Natsir, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melarang promosi LGBT di radio dan televise. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga meminta pemerintah untuk melindungi anak-anak dari pengaruh LGBT.
Fakta dilapangan mensikapi LGBT memang ada yang menolak dan menerima, bahkan di Amerika, perjuangan LGBT didukung dengan sungguh-sungguh oleh Partai Demokrat yang mempunyai faham liberal dan menghargai HAM. Mensikapi pro dan kontra LGBT, Menko Polhukam Luhut Panjaitan sudah menyatakan akan mekindingi LGBT karena mereka adalah WNI yang layak mendapatkan perlindungan Negara. Tidak boleh ada kekerasan terhadap mereka, namun untuk orientasi sexual mereka, Luhut meminta Psikolog dan tokoh agama mengatasinya. Artinya pemerintah sudah mengambil kebijakan sesuai kewenangannya daklam melindungi tiap warga Negara. Menurut penulis sikap Negara masih mengambang, apakah meniru gaya barat atau mengikuti gaya ketimuran yang kental dengan religiusnya, sangat menghornmati agama yang dianutnya dan tentu tidak mudah untuk diterima faham LGBT di Indonesia.
Ketika masyarakat, KPI, KPAI menolak LGBT, United Nations Development Programme (UNDP) mendukung LGBT dengan menjalin kemitraan dengan Kedutaan Swedia di Bangkok dan USAID dengan mengucurkan dana 8 juta dolar AS atau setara Rp. 108 Milyar untuk mendukung kampanye hak-hak LGBT di empat Negara yaitu Tingkok, Thailand, Filipina dan Indonesia. Proyek ini berlangsung dari Desember 2014 hingga September 2007. Bantuan UNDP untuk Indonesia, biasanya melalui satu pintu Bappenas dan menurut khabar Bappenas masih membicarakan proyek ini dengan perwakilan UNDP di Indonesia, khususnya terkait geger kampanye LGBT di Indonesia.
Semestinya seluruh elemen masyarakat meningkatkan kewaspadaan dimanapun berada. Baik disekolah, perguruan tinggi, tempat kerja dan lain-lain. Budaya timur yang taat pada agama dan budaya yang adiluhung sangat berbeda dengan budaya barat yang bebas, bahkan ada beberapa Negara barat yang melegalkan LGBT. Sedangkan kelompok-kelompok pro LGBT yang tidak henti-hentinya mempromosikan persamaan hak bagi mereka yang mengidap kelainan seksual ini dan justru bukan untuk menyandarkannya. Orang tua, guru, dosen, tokoh masyarakat harus mulai mengantisipasi dan melihat perilaku anaknya, apakah perilakunya menyimpang atau tidak. Pemerintah yang masih belum tegas agar fenomena LGBT yang ada di masyarakat segera diatasi secara dini agar tidak terjadi pemakluman. Pemerintah harus siap dengan kenyataan LGBT di masyarakat dengan menghadapi kenyataan ini dengan mengembalikan LGBT ke jalan yang benar. Kalau pemerintah tidak segera turun dan kurang peduli LGBT sudah merebak dikhawatirkan akan sulit untuk mengantisipasi kedepan. Kita tidak ingin bangsa Indonesia di musnahkan oleh Allah swt karena kemurkannya sama dengan kaum nabi Luth As. Semoga menjadi renungan.
”