Lalu datang Burung Gereja, berbadan lemah dan berhati lembut, gemetar, seperti nyala api, dari kepala hingga kaki. Katanya, “Aku termenung bingung dan patah semangat. Aku tak tahu bagaimana mesti hidup, dan aku rapuh bagai rambut. tak ada yang akan menolong diriku dan aku tak bertenaga sekuat semutpun. Aku tak mempunyai bulu halus maupun lar- sedikitpun tidak. Bagaimana mungkin makhluk lemah seperti aku ini berusaha mendapatkan Simurgh (Raja burung)? Burung gereja tak akan sanggup berbuat demikian. Tak kurang mereka di dunia ini yang mencari persatuan itu, tetapi bagi makhluk macam aku ini, ia tak selayaknya. Aku tak ingin memulai perjalanan sesusah itu untuk mencari sesuatu yang tak mungkin kucapai. Jika aku mesti berangkat ke istana Simurgh, aku akan binasa di jalan. Maka karena aku sama sekali tak layak untuk berusaha ke arah itu, aku pun akan merasa puas di sini mencari Yusuf-ku di sumur ini. Jika aku dapat menemukannya dan menariknya ke atas, aku akan terbang membumbung bersamanya dari ikan ke bulan”.
Hud hud menjawab, ” O kau, yang dalam kehilangan harapan kadang bersedih dan kadang gembira, aku tak akan terkicuh oleh alasan yang dibuat-buat ini. Kau sedikit munafik. Juga dalam kerendahan hatimu kau memperlihatkan seratus tanda keriyaan dan kesombongan. Tak usah bicara lagi, jahit bibirmu dan langkahkan kaki. Jika kau terbakar, kau akan terbakar bersama yang lain-lain. Dan jangan bandingkan dirimu dengan Yusuf”