Kisah hidup Nabi Muhammad SAW merupakan sirah dengan berbagai pembelajaran yang dapat kita ambil, dicontoh, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia ketika menghadapi berbagai persoalan kehidupan, kadang sering menemui kesulitan dan kebingungan dalam mencari solusi atau jalan keluar yang terbaik. Terlebih bagi para remaja yang beranjak dewasa atau kisaran usia 20-30 an tahun dimana banyak dari mereka yang merasa kehilangan arah dan tujuan dalam menjalani kehidupan.
Generasi Z (Gen Z) adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kelompok orang yang lahir sekitar pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an. Mereka merupakan generasi yang tumbuh dalam era teknologi digital dan internet, dimana teknologi dan media sosial menjadi bagian penting dari kehidupan mereka. Gen Z memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya seperti milenial, Generasi X, dan baby boomer. Gen Z cenderung memiliki keterampilan teknologi yang tinggi, ketertarikan pada keragaman, dan pandangan progresif terhadap isu-isu sosial. Kesehatan mental termasuk salah satunya.
Saat ini kebanyakan Gen Z telah berusia kisaran 20-30 an tahun, yang mana merupakan usia-usia mengalami quarter life crisis. Quarter life crisis didefinisikan oleh ahli sebagai perjuangan yang dialami oleh beberapa orang yang memasuki usia dewasa ketika berhadapan dengan masa depan yang tidak pasti seperti dalam karir, identitas, hubungan, keluarga, dan pertemanan. Pada fase ini, seseorang akan lebih mencemaskan banyak hal, seperti yang telah disebutkan dalam pengertian sebelumnya, terkadang juga membuat seseorang memiliki perasaan khawatir yang berlebih, depresi, frustasi karena merasa terjebak dalam ketakutan akan hal yang belum pasti seperti masa depan atau bahkan yang lebih parah hingga mempertanyakan keberadaannya sebagai seorang manusia.
Hal ini turut menjadi perhatian khusus dalam Islam, Allah SWT berfirman:
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar:23)
Senada dengan ayat tersebut Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kekhawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” (HR Bukhari Muslim)
Quraish Shihab menyebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah merasakan bimbang dalam mencari kebenaran. Pada usia 25 tahun Nabi Muhammad SAW menikahi Khadijah. Ssaat memasuki usia 30 tahun, kehidupan material Nabi Muhammad SAW sudah sangat memadai. Beliau tidak lagi pernah meninggalkan keluarga berlama-lama, apalagi melakukan perjalanan dagang ke luar wilayah Mekkah. Ini menjadikan beliau memiliki waktu lebih banyak untuk berkonsentrasi dan merenung tentang kehidupan dan maknanya.
Ketika itulah semakin besar rasa keingintahuan beliau tentang kebenaran dan jalan lurus untuk mendekat kepada Allah. Beliau hidup dalam kebimbangan melihat kepercayaan dan tradisi buruk masyarakat jahiliyah. Q.S. Ad-Dhuha ayat 7 menggambarkan kebingungan beliau dengan Firman-Nya:
وَوَجَدَكَ ضَاۤلًّا فَهَدٰىۖ
dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk,
Ayat ini dipahami secara keliru oleh sementara orang sehingga mengira bahwa Nabi Muhammad SAW pernah suatu ketika sesat, lalu Allah memberinya petunjuk. Kesalahan mereka karena mengira bahwa kata ضَاۤلًّا selalu berarti sesat (melakukan kegiatan yang tidak direstui Allah), padahal kata tersebut tidak selalu berarti demikian. Kata ضَاۤلًّا bisa bermakna tidak menemukan kebenaran, baik dengan sengaja atau keliru/lupa, atau bingung tidak mengetahui arah.
Ayat di atas pada hakikatnya menjelaskan bahwa suatu ketika sebelum datang petunjuk Allah melalui wahyu, Muhammad SAW pernah mengalami kegundahan, karena tidak menemukan atau mengetahui jalan yang benar. Beliau melihat kaumnya menyembah berhala. Beliau juga yakin bahwa ajaran Yahudi dan Nasrani tidak memuaskan beliau, sehingga beliau berada dalam kebingungan. Nah, situasi psikologis inilah yang mendorong beliau ber-tahannuts menyendiri di Gua Hira guna berusaha menemukan jalan keluar bagi kegalauan yang melanda pikiran.
Ketika datang hidayah Allah melalui turunnya ayat-ayat Al-Quran yang dibawa oleh Malaikat Jibril maka sirnalah semua kegundahan. Allah berfirman:
وَكَذٰلِكَ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ رُوْحًا مِّنْ اَمْرِنَا ۗمَا كُنْتَ تَدْرِيْ مَا الْكِتٰبُ وَلَا الْاِيْمَانُ وَلٰكِنْ جَعَلْنٰهُ نُوْرًا نَّهْدِيْ بِهٖ مَنْ نَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِنَا ۗوَاِنَّكَ لَتَهْدِيْٓ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۙ
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Kitab (Al-Qur’an) dan apakah iman itu, tetapi Kami jadikan Al-Qur’an itu cahaya, dengan itu Kami memberi petunjuk siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sungguh, engkau benar-benar membimbing (manusia) kepada jalan yang lurus, (QS. As-Syura:52)
Seandainya kehidupan rumah tangga nabi tidak diliputi oleh sakinah niscaya sungguh berat kebingungan itu untuk dipikul. Tetapi keberadaan Khadijah mendampingi beliau menjadikan beban kegundahan itu menjadi terasa ringan. Peristiwa ini terjadi sebelum diangkatnya Nabi Muhammad menjadi nabi, diperkirakan pada usia 35-40 tahun. Pada rentang usia tersebut Nabi saw lebih sering bertahanuts di gua Hira, kadangkala hingga sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Belajar dari kisah Nabi Muhammad bisa menginspirasi kita dalam menghadapi quarter life crisis. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
- Menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman dalam hidup
- Love yourself
Sebelum kita membuka diri untuk bisa menerima dan memaafkan orang lain, yang paling terpenting adalah kita harus menerima dan memaafkan diri sendiri terlebih dahulu. Menerima dan memaafkan diri sendiri merupakan awal mula mencintai diri sendiri. Sehingga dapat terhindar dari sifat kurang percaya diri atau insecure. Padahal Allah telah menciptakan manusia dengan bentuk yang terbaik (Q.S. At-Tin : 4).
- Meromantisasi hidup
Menghargai dan mensyukuri berbagai aktivitas maupun kejadian kecil yang terjadi setiap hari. Hal ini menjadikan kita makhluk yang lebih bersyukur dan menerima atas semua yang Allah berikan.
- Memaksimalkan diri dalam kegiatan positif
Isilah waktu luang dengan berbagai kegiatan positif. Di masa quarter life crisis rawan akan overthingking. Gunakan waktu kosong untuk membaca Al-Quran, membaca kisah Nabi Muhammad SAW, dan kegiatan positif lainnya.
- Yakin quarter life crisis pasti berlalu
Allah telah menjelaskan bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Seperti berbagai tantangan yang telah berhasil dilewati, pasti akan ada kebahagiaan setelahnya. Yakinlah bahwa fase ini merupakan suatu kewajaran dan pasti berlalu.
- Menjadikan diri sendiri lebih kuat
Berbagai ujian dan masalah yang Allah berikan bukanlah tanpa sebab. Pasti ada sebab akibat yang tak kalah indah dari yang kita bayangkan.
- Jangan membandingkan diri dengan orang lain
Allah SWT sebaik-baik pembuat skenario. Yakin bahwa akan ada masanya kita mencapai tujuan kita. Percaya diri dan tetap berusaha!
- Konsisten dalam bersabar, bersyukur, dan ikhlas
Melakukan suatu hal baik secara terus menerus merupakan hal yang tidak mudah. Akan tetapi dengan pembiasaan maka akan sangat mungkin hal baik tersebut tertanam menjadi karakter yang kuat dalam diri.
Referensi:
Heryadi, N. N. (2020). Iman dan Jurnal IMAN: Sebuah Strategi dalam Menghadapi Quarter-Life Crisis. Jurnal Psikologi Islam, 7(1), 29-34.
Shihab, M. Q., & Syakur, A. (2011). Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW: dalam sorotan Al-Quran dan Hadits-hadits Shahih/M. Quraish Shihab.