Bencana alam seperti telah menjadi langganan di Indonesia. Macam-macama bencana datang silih berganti setiap saat, mulai dari Gempa Bumi, Banjir, Tanah Longsor, hingga Tsunami.
Mengapa itu terjadi? Ada yang menyebut Indonesia secara georgrafis memang rawan karena dikelilingi Cincin Api atau Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire). Indonesia mengelilingi cekungan Pasifik yang berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 4000 km. Karena hal ini wajar jika di Indonesia sering terjadi Gempa Bumi, Letusan Gunung, bahkan Tsunami.
Ironisnya, faktor alam ini seringkali disalah artikan oleh beberapa kalangan. Inilah yang perlu sobat-sobat Kawan Islam pahami. Apalagi mejelang masa-masa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Bencana yang terjadi seringkali dipolitisir untuk kepentingan politik. Bencana jadi alat untuk kepentingan mendapatkan suara, memperburuk citra seorang tokoh atau pendukung salah satu calon. Contohnya mungkin tidak asing lagi bagi kita, Gempa Bumi yang terjadi di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh sekelompok orang, disebut karena ulah Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi karena mendukung Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Kata orang yang menghembuskan isu ini, Allah telah murka sehingga menurunkan adzab bagi masyarakat Lombok. Dan tak segan-segan mereka juga pakai dalil agama agar pendapat mereka dianggap kuat.
Di sini lain, mungkin kita merasa wajar karena sudah jadi kebiasaan dalam setiap pertarungan politik selalu menggunakan cara yang tidak baik. Apapun caranya dilakukan asal mereka meraih tujuah, yaitu memperoleh kekuasaan. Tetapi sobat Kawa Islam juga harus tahu, cara-cara yang tidak baik tetap saja tidak boleh dilakukan. Karena politik yang baik bukan semata-mata untuk mendapat kekuasaan, tetapi mensejahterakan rakyat. Apalagi jika sampai menggunakan dalil agama yang tidak ada sangkut pautnya, jelas ini salah.
Lantas, bagaimana sebenarnya hakikat bencana, khususnya bencana alam hungannya dengan manusia? Apakah bencana itu ada hubungan dengan manusia atau memang takdir Allah?
Tulisan ini akan meluruskan pemahaman yang salah tersebut. Kita sebagai generasi muda harus cerdas dan tidak boleh terjebak dengan tipuan-tipuan politik para politikus yang tidak bertanggung jawab. Kita akan bahas dari awal yaitu pengertian bencana, jenis-jenis bencana, dalil yang disalahgunakan, dan bagaimana sebenarnya maksud dalil tersebut. Mari kita perhatikan satu persatu.
Pengertian Bencana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bencana diartikan dengan (1) sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan; kecelakaan; bahaya, (2) gangguan atau godaan. Dari sini dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang menyebakan kerusakan, bahaya atau kerugian bisa disebut bencana.
Sedangkan bencana alam adalah bencana yang disebabkan oleh alam (seperti gempa bumi, angin besar, dan banjir). Pengertian ini diperkuat oleh banyak ahli, salah satunya Coburn A W, yang menyatakan bahwa bencana alam adalah suatu kejadian atau serangkaian kejadian yang mengakibatkan adanya korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda, infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang berada di luar kapasitas normal.
Menurut Kamadhis UGM Yogyakarta, bencana alam adalah serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam, sehingga peristiwa tersebut mengakibatkan kerugian materi, korban jiwa, dan kerusakan lingkungan.
Dari sini ada perbedaan yang jelas antara bencana dan bencana alam itu sendiri. Segala peristiwa yang menimbulkan kerusakan atau kerugian boleh disebut bencana tapi belum tentu bisa disebut bencana alam. Misalnya, konflik yang melibatkan banyak orang sehingga menimbulkan kerusakan bisa disebut bencana, tetapi tidak bisa disebut sebagai bencana alam. Karena kerugian bencana itu disebabkan oleh manusia, sementara bencana alam disebabkan karena faktor alam.
Apakah bencana alam bisa disebabkan oleh manusia? Bisa saja dalam aspek tertentu. Misalnya, terjadi tanah longsor yang disebabkan karena penebangan hutan secara liar atau banjir yang terjadi karena sungai tersumbat karena sampah-sampah yang dibuang tidak pada tempatnya. Bencana alam ini boleh dikatakan bencana alam tidak langsung, yakni bencana alam yang terjadi karena ada pengaruh manusia.
Jenis-Jenis Bencana
Untuk lebih jelasnya, kita harus kerucutkan tentang bencana ini ke dalam dua bagian yaitu ada bencana alam dan bencana non alam. Hal ini penting untuk kita ketahui agar penilaian kita terhadap bencana tidak salah karena dicampur adukkan dengan pengertian yang lain.
Secara garis besar, jenis bencana dibagi menjadi dua bagian yaitu bencana alam dan bencana non alam. Bencana alam terjadi karena faktor alama seperti Gempa Bumi, Tsunami, Letusan Gunung, Kekeringan dan lain-lain. Sedangkan bencana non alam adalah bencana yang disebabkan karena manusia, seperti kecelakaan, aksi teror, bom, konflik sosialm, dan lain-lain.
Selain itu ada juga bencana yang disebabkan karena faktor alam tetapi dipengaruhi perbuatan manusia, seperti Tanah Longsor karena penebangan hutan secara liar sehingga menyebabkan hutan gundul atau banjir yang terjadi karena sumbatan sampah dipermukaan sungai. Kita tahu bahwa penyebab banjir karena hujan yang begitu lebat. Seharusnya air bisa mengalir ke suangai atau ke laut. Namun, karena manusia membuang sampah sembarangan, sungai pun tersumbat, sehingga terjadilah banjir dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat sekitar.
Bencana Alam: Takdir Tuhan atau Ulah Manusia?
Jika mengacu pengertian, faktor atau jenis-jenis becana di atas, sebenarnya kita akan mudah memahami setiap bencana yang terjadi. Baik bencana alam maupun non alam. Tetapi karena ada upaya pemutarbalikan fakta oleh beberapa pihak karena kepentingan tertentu, kita kadang terjebak dan hakikat bencana menjadi kabur. Pengkaburan makna tersebut tak jarang menggunakan dalil-dalil agama. Karena itu, kita yang baru belajar agama setengah-setengah akan mudah percaya dan membenarkan.
Dalil agama yang biasa dipakai diantaranya Surat Ar-Rum Ayat 41 sebagai berikut:
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. Ar Rum (30) : 41-42)
Oleh mereka yang punya kepentingan tertentu, ayat tersebut dipahami secara dangkal dengan mengatakan bahwa Gempa Bumi yang terjadi atau Tsunami yang terjadi karena pemimpin yang dzalim atau karena tokoh-tokoh tertentu yang berbeda pandangan dalam politik.
Padahal, ayat tersebut tidak bisa langsung dipahami secara gamblang sesuai bunyi ayatnya. Memahami ayat sesuai dengan bunyi teks akan menyebabkan kesalahan karena memposisikan manusia sebagai satu-satunya sebab disamping sebab-sebab lain, seperti faktor alama yang merupakan bagian dari sunnatullah (hukum alam).
Oleh karena itu, kita perlu sedikit menyimak pendapat ulasan Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir. Ibnu Katsir menyatakan, maksud dari kalimat “telah nampak kerusakan di darat dan di laut” dalam ayat tersebut adalah terbunuhnya banyak manusia, dan rusaknya lautan banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok. Hal ini tidak lepas dari konteks ayat ketika Alquran turun, dimana, banyak masyarakat yang melakukan pengerusakan, baik di darat maupun di lautan.
Ibnu Katsir juga memaparkan pendapat Ata Al-Khurrasani yang menyatakan bahwa yang dimaksud daratan ialah kota-kota dan kampung-kampung yang ada padanya, dan yang dimaksud dengan lautan ialah pulau-pulaunya. Namun, Ibnu Katsir lebih setuju dengan pendapat yang pertama karena didukung oleh kebanyak para ulama. Diperkuat juga dengan perkataan Muhammad ibnu Ishaq, bahwa Rasulullah SAW pernah mengadakan perjanjian perdamaian dengan Raja Ailah dan menetapkan “jizyah” atas “bahr”-nya, yakni negerinya. Dengan demikian, daratan dan lautan yang dimaksud adalah daratan dan lautan sebagaimana kita pahami sekarang.
Ibnu Katsir pun memahami ayat “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia” dengan menyatakan: “Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.
Pehaman ini mengisyaratkan adanya faktor lain dibalik kerusakan alam tersebut. Dengan kata lain, Ibnu Katsir seperi ingin mengatakan: Karena manusia rajin bermaksiat, mereka akhirnya tidak lagi rajin menggarap pertanian sehingga hasil tanaman-tanaman mereka berkurang”.
Pemahaman ini sejalan dengan pendapat Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah. Quraish Shihab menyatakan: Telah terlihat kebakaran, kekeringan, kerusakan, kerugian perniagaan dan ketertenggelaman yang disebabkan oleh kejahatan dan dosa-dosa yang diperbuat manusia. Allah menghendaki untuk menghukum manusia di dunia dengan perbuatan-perbuatan mereka, agar mereka bertobat dari kemaksiatan.
Allah boleh saja menghukum manusia karena kemaksiatannya. Hukuman tersebut disebut dengan dzab. Tetapi adzab yang ditimpakan Allah dalam pemahaman ini tidak berarti adzab berdasarkan makna umum. Tetapi lebih kepada makna khususnya yaitu pelanggaran manusia terhadap hukum alam. Hal ini juga dinyatakan Quraish Shihab yang mehamai adzab menjadi dua makna, pertama, adzab adalah suatu kemurkaan Allah akibat pelanggaran yang dilakukan manusia ,yaitu pelanggaran sunnatullah di alam semesta dan, kedua, pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Dari sini kita dapat memahami bahwa jika ada bencana alam tidak serta-merta bisa dinilai karena karena menusia pelanggaran terhadap agama. Tetapi harus dipahami pada pelanggaran hukum hukum alam yang tidak dijalankan dengan semestinya. Contoh seperti yang telah dikemukakan di awal, banjir bisa terjadi karena pembuangan sampah atau longsor terjadi karena penebangan liar.
Sebaliknya jika bencana yang terjadi tidak ada hubungan dengan perbuatan manusia, maka bencana itu kita pahami sebagai takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Misalnya ketetapan Allah bagi Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api sehingga memungkinkan terjadi Gempa Bumi, Tsunami, atau Letusan Gunung Api secara berulang.
Disamping itu harus paham bahwa Allah telah memerintahkan kepada kita agar memperlukan bumi dengan baik, dan tentu saja sesuai dengan hukum alam. Dalam Alquran Surat Al-A’raf ayat 56 Allah berfiman:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (di ciptakan) dengan baik, Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangan dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.”
Kalau kita sudah paham, kata harus bertanya kepada diri kita masing-masing, sudahkah kita memperlukan alam dengan semestinya?