Ada sebuah fenomena yang berkembang di tengah masyarakat muslim, bahwa seseorang yang mengamalkan sesuatu yang belum pernah dilakukan Rasulullah saw, atau tidak ditemukan dalilnya secara langsung baik dalam al-Qur’an maupun Hadis, sering dianggap bahwa itu perbuatan bid’ah, terlepas dari bagaimana ia memaknai bid’ah itu sendiri, dan telah melakukan kesesatan. Bahkan tidak jarang anggapan-anggapan itu disertai dengan klaim akan masuk neraka. Kalau pengertian bid’ah digeneralisir sebagai semua hal baru yang belum pernah dilakukan Rasulullah saw, maka bukankah semua umat manusia melakukannya? Bukankah dalam kehidupan kita sehari-hari sering melakukan atau menggunakan hal-hal yang sama sekali belum pernah dilakukan baginda Nabi? Apakah kemudian seseorang saling merasa suci dengan mengklaim dirinya sebagai orang yang bebas bid’ah? Lalu apakah pantas seseorang dengan mudah men’cap’ orang lain sebagai penghuni neraka?
Salah satu yang tidak luput dari tuduhan bid’ah ialah bersalaman setelah shalat. Sebagian menganggap bahwa hal ini tidak ada tuntunannya dalam hadis, bahkan termasuk aktifitas yang mengganggu kekhusyukan beribadah. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, bersalaman adalah sesuatu yang dianjurkan dalam Islam karena bisa menambah eratnya persaudaraan sesama umat Islam. Aktifitas ini sama sekali tidak merusak shalat seseorang karena dilakukan setelah prosesi shalat selesai dengan sempurna. Meskipun demikian, banyak orang yang mempertanyakan tentang hukum bersalaman setelah shalat? Inilah yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Ada beberapa hadits yang menerangkan tentang bersalaman diantaranya adalah riwayat Abu Dawud:
عَنِ اْلبَرَّاءِ عَنْ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أنْ يَتَفَرَّقَا
Artinya : Diriwayatkan dari al-Barra’ dari Azib r.a. Rasulallah s.a.w. bersabda, “Tidaklah ada dua orang muslim yang saling bertemu kemudian saling bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah.” (H.R. Abu Dawud)
عَنْ سَيِّدِنَا يَزِيْد بِنْ اَسْوَدْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: اَنَّهُ صَلَّى الصُّبْحَ مَعَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَليْهِ وَسَلّمْ. وَقالَ: ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأخُذوْنَ بِيَدِهِ يَمْسَحُوْنَ بِهَا وُجُوْهَهُمْ, فَأَخَذتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِيْ. )رواه البخارى(
Artinya : Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin Aswad bahwa ia shalat subuh bersama Rasulallah, lalu setelah shalat para jamaah berebut untuk menyalami Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing, dan begitu juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. (H.R. Bukhari, hadits No. 3360).
عَن قلَدَة بن دِعَامَة الدَّوْسِيْ رَضِيَ الله عَنهُ قالَ قلْتُ لاَنَسْ : اَكَانَتِ اْلمُصَافحَة فِى اَصْحَابِ رَسُوْلِ الله, قالَ نَعَمْ
Artinya: dari Qatadah bin Di’amah r.a. berkata : saya berkata kepada Anas bin Malik, apakah mushafahah itu dilakukan oleh para sahabat Rasul ? Anas menjawab : Ya (benar.)
Hadits-hadits dan atsar di atas adalah menunjuk pada bersalaman (mushafahah) secara umum, yang meliputi baik setelah shalat maupun di luar atau setelah shalat, yang pada intinya bersalaman (mushafahah) itu benar-benar disyariatkan.
Mengenai bersalaman setelah shalat, ada baiknya kita menyimak pendapat para ulama;
- Imam at-Thahawi.
تُطْلَبُ اْلمُصَافحَة فَهِيَ سُنَّة عَقِبَ الصَّلاةِ كُلّهَا وَعِندَ كلِّ لَقِيٍّ
Artinya: Bahwa bersalaman setelah shalat adalah sunah dan begitu juga setiap berjumpa dengan sesama Muslim.
- Imam Izzuddin bin Abdissalam
Beliau berkata :
اَنَّهَا مِنَ اْلبِدَعِ المُبَاحَةِ
Artinya : (Mushafahah setelah shalat) adalah masuk dalam kategori bid’ah yang diperbolehkan.
- Syeikh Abdul Ghani an-Nabilisi
Beliau berkata :
انَّهَا دَاخِلَة تحْت عُمُوْمِ سُنّةِ اْلمُصَافحَةِ مُطْلقا
Artinya : Mushafahah setelah shalat masuk dalam keumuman hadits tentang mushafahah secara mutlak.
- Imam Muhyidin an-Nawawi
Beliau berkata :
اَنَّ اْلمُصَا فحَة بَعْدَ الصَّلاة وَدُعَاء المُسْلِمِ لآخِيْهِ اْلمُسْلِمِ بِأنْ يَّتقبَلَ الله مِنهُ صَلاتهُ بِقوْلِهِ (تقبَّلَ الله) لاَ يَخفى مَا فِيْهِمَا مِنْ خَيْرٍ كَبِيْرٍ وَزِيَادَةِ تَعَارُفٍ وَتألُفٍ وَسَبَب لِرِبَطِ القلوْبِ وَاِظهَار للْوَحْدَةِ وَالترَابُطِ بَيْنَ اْلمُسْلِمِينْ.
Artinya : Sesungguhnya mushafahah setelah shalat dan mendoakan saudara muslim supaya shalatnya diterima oleh Allah, dengan ungkapan (semoga Allah menerima shalat anda), adalah di dalamnya terdapat kebaikan yang besar dan menambah kedekatan (antar sesama) dan menjadi sabab eratnya hati dan menampakkan kesatuan antar sesama umat Islam.
Dari keterangan di atas, setidaknya dapat dipahami bahwa bersalaman setelah shalat, bukanlah hal yang tidak berdasar sama sekali dan bernilai sia-sia, apalagi termasuk amalan bid’ah yang sesat. Hanya saja dalam prakteknya, kita perlu melihat situasi dan kondisi masyarakat sekitar, jika memungkinkan untuk dilakukan, maka bersalaman setelah shalat berjamaah adalah sebuah kebaikan dan bernilai ibadah, akan tetapi jika kondisi tidak mengijinkan, tidak berarti harus dipaksakan, karena bersalaman adalah bagian dari keutamaan amal (fado’ilul a’mal) bukan sebuah kewajiban.
Wallahu A’lam bis Showab. Selamat membaca, semoga bermanfaat…
Hasisul Ulum