Fundamentalisme secara literal berarti berpegang teguh pada ajaran dasar suatu agama. Fundamentalisme agama merupakan suatu kenyataan global yang mengemuka pada setiap agama besar, termasuk islam, sebagai respons atas berbagai masalah seputar modernitas. Pada awalnya orang-orang religius mencoba mereformasi tradisi mereka dalam beragama. Seperti yang telah dilakukan oleh para pembaharu muslim, mereka mengawinkan antara tradisi dengan budaya modern. Tetapi ketika langkah itu terbukti tidak berhasil, sebagian orang beralih menggunakan metode yang lebih ekstrim, dan lahirlah gerakan fundamentalisme.
Contoh dalam kasus ini adalah Sayid Quthb (1906 – 1966). Awalnya dia bukan ekstrimis, melainkan cendekiawan yang penuh antusiasme terhadap budaya dan politik sekuler Barat. Bahkan setelah bergabung ke dalam Ikhwanul Muslimin Mesir, pada tahun 1953, Quthb adalah seorang pembaharu yang berharap bisa memberi dimensi islam pada Demokrasi Barat. Namun pada 1956 dia dipenjarakan oleh Presiden Nasr. Ketika menyaksikan penyiksaan dan eksekusi terhadap anggota IM di kamp konsentrasi dia menjadi yakin bahwa orang religius dan sekuler tidak bisa damai dalam masyarakat yang sama. Dia melangkah lebih jauh dari mentor ideologisnya, Abu Al A’la al Maududi. Ulama Pakistan pendiri Jamaah Islamiyah itu hanya menganggap non muslim sebagai Jahiliyah, sedangkan Quthb menyerukan kaum muslim untuk memisahkan diri dari masyarakat muslim arus utama (berhijrah) dan agar terlibat dalam jihad yang keras melawan taghut (penguasa muslim yang jahiliyah).
Islam Fundamentalis sebagai salah satu representasi dari komunitas islam mempunyai pandangan dengan 4 ideologi penting yaitu: 1). Kembali kepada islam murni sebagaimana dipraktikkan oleh generasi salafus shaleh; 2). Tidak ada pemisahan antara agama dan negara, Islam sebagai ajaran yang integral (syumuliatul islam); 3). Persatuan umat islam (PAN Islamisme); 4) Jihad. Adapun ciri-cirinya: 1) Cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks agama; 2) Menolak pluralisme dan relativisme; 3) Memonopoli kebenaran atas tafsir agama; 4). Mempunyai korelasi dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme dan militansi; 5) Pandangan stigmatis terhadap budaya Barat, mencurigai demokrasi, sekuler, kersetaraan gender, teori evolusi dll yang menjadi ciri masyarakat modern dan 6). Deklarasi perang terhadap paham sekuler.
Para fundamentalis mencari inspirasi dari kejayaan peradaban islam di masa lalu. Umat islam saat ini dipandang sebagai umat yang berada dalam kondisi tidur dan terpuruk dalam hegemoni peradaban dan kekuasaan Barat. Seringkali fundamentalisme awalnya menarik diri dari budaya arus utama lalu bersikap eksklusif. Mereka bertujuan membawa arus utama kembali ke jalan yang benar dan mensakralkan kembali dunia. seringkali reinterpretasi mereka atas agama menjadi radikal dan memiliki pandangan serta perilaku yang ekstrim. Fundamentalisme islam merupakan sayap radikal dari gerakan kebangkitan islam. Kebangkitan islam (revivalisme) memiliki tujuan utama untuk menegakkan Islam dari berbagai bidang: sosial, politik, agama dan kebudayaan dan berbagai level kehidupan sosial: pribadi, keluarga, masyarakat, negara sampai tingkat internasional.
Sebagian kecil orang-orang radikal ini ada yang mengambil jalan kekerasan dan terorisme. Seringkali keputusasaan dan ketakutan yang menggerakkan fundamentalis cenderung mendistorsi tradisi keagamaan, dan menonjolkan aspeknya yang lebih agresif dengan mengorbankan aspek-aspek yang mengajarkan toleransi dan rekonsiliasi. Fundamentalis muslim, dalam perjuangan mereka untuk bertahan hidup, membuat agama sebagai alat penindasan dan bahkan kekerasan. Contohnya pada Taliban yang berkuasa di Afghanistan pada 1994. Sebagian besar Thaliban berasal dari suku Pashtun, dan mereka cenderung menyasar suku non Pasthun, chauvinisme etnis seperti ini dilarang nabi dan Al Qur’an. Diskriminasi terhadap perempuan benar-benar bertentangan dengan praktik nabi dan perilaku ummah generasi salaf. Taliban contoh fundamentalis tapi visi keagamaannya sangat picik (jumud) dan menyimpangkan iman dan mengubahnya ke arah yang berlawanan dari apa yang menjadi tujuan agama.
Namun, mayoritas fundamentalis sunni tidak mengambil posisi ekstrim seperti itu. Gerakan fundamentalis yang muncul selama 1970-an dan 1980-an semua mencoba untuk mengubah dunia di sekeliling mereka dengan cara yang kurang drastis tetapi tegas. Di seluruh dunia islam, para pelajar dan pekerja berusaha mendirikan masjid dan mengamalkan ritual islam dengan lebih serius, memelihara jenggot dan memendekkan celana panjangnya hingga mata kaki (isbal) sebagai ekspresi kesalehan. Para wanita mulai menggunakan busana muslimah hingga baju kurung dan bercadar. Tubuh terselubung hijab dalam islam menegaskan orientasi pada transendensi dan keseragaman pakaian menghapuskan perbedaan kelas dan menekankan pentingnya komunitas di atas individualisme Barat.
Di Indonesia Fundamentalisme berkembang di kalangan kaum muda terdidik di berbagai universitas, khususnya Perguruan Tinggi Umum. Gerakan fundamentalisme mendapatkan momentum ketika pemerintah orde baru ingin mengadakan strukturisasi di bidang politik dan sosial dengan memaksakan Pancasila sebagai asas semua ormas, kampus dan sekolah disterilkan dari kehidupan politik. Kehidupan di organisasi mahasiswa islam kurang mendapat perhatian, selain itu organisasi mahasiswa islam seperti HMI, PMII dan IMM kurang responsif terhadap isu-isu keislaman yang muncul. Akhirnya pemikiran dan sistem gerakan fundamentalis di berbagai negara islam (transnasional) seperti Hizbut Tahrir, Ikhwanul muslimin, salafi dan jamaah tabligh menjadi alternatif. Selain itu berkembang pula gerakan lokal seperti FPI, MMI dan DDII yang berisi mantan aktivis PII, HMI MPO dan PII. Mereka membuat gerakan-gerakan sistematik dengan sistem sel untuk menghindari tindakan represif rejim Orba. Kampus dan Masjid adalah dua area dimana gerakan islam fundamentalis disemaikan.