كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”. (HR. An Nasa’i)
Bid’ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas. Dalam Ilmu Balaghah dikatakan:
حدف الصفة على الموصوف
“Membuang sifat dari benda yg bersifat”.
Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan:
Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ (حَسَنَةٍ) ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ
“Semua bid’ah (yg baik) sesat, dan semua yg sesat masuk neraka”.
Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yg sama, hal itu tentu mustahil.
Kemungkinan kedua:
كُلُّ بِدْعَةٍ (سَيِئَةٍ) ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِىالنَّاِر
“Semua bid’ah (yg jelek) itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.
Jelek dan sesat itu sejalan tidak bertentangan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya:
وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبَا
“Di belakang mereka ada raja yg akan merampas semua kapal dengan paksa”. (Al-Kahfi: 79).
Dalam ayat tersebut, maksud semua kapal adalah kapal-kapal yang bagus, karena kapal yang jelek tidak mungkin diambil oleh raja. Maka lafadh كل سفينة sama dengan كل بد عة . Meski tidak disebutkan sifatnya, pasti punya sifat. Dalam konteks surat Al Kahfi di atas, sifatnya ialah kapal “yg bagus” كل سفينة حسنة.
Penggunaan Kull (كل) Dalam Al Qur’an dan Hadits >>>
===========
كل محدث بدعة وكل بدعة ضﻻلة وكل ضﻻلة فى النار
Dalam hadits tersebut rancu sekali kalau kita maknai Setiap bid’ah dengan makna Keseluruhan’ bukan ‘Sebagian’. Mari perhatikan dengan seksama dan cermat kalimat hadits tersebut. Jika memang maksud Rasul SAW adalah Seluruh bid’ah kenapa beliau berputar-putar dalam redaksi haditsnya? Kenapa Rasululloh tidak langsung saja كل محدث فى النار (setiap yg baru itu di neraka) ? Kenapa nabi Muhammad SAW menentukan yang akhir, yakni “kullu dholalatin fin naar” bahwa yang sesat itulah yang masuk neraka ?
Dalam hadits Uryadh bin Sariyah tentang sabda Nabi SAW, “Takutlah kamu akan perkara-perkara baru, maka setiap bid’ah adalah sesat. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Al-Hafizh Ibnu Rojab berkata dlm penjelasannya: Yang dimaksud bid’ah adalah sesuatu yg baru yang tidak ada asalnya [contohnya] dalam syari’at. Adapun sesuatu yang ada asalnya dalam syari’at yang menunjukkan atasnya, maka bukan termasuk bid’ah menurut syara’ meski secara bahasa hal itu disebut bid’ah.
Pendapat ulama’ ahlul hadts, Imam Nawawi ra. Dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim :
قَوْلُهُ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ هَذَاعَامٌّ مَخْصٍُوْصٌ وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ.
Sabda Nabi SAW, “Semua bid’ah adalah sesat”, ini adalah kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Jadi maksudnya sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya. Hujjatul Islam Al Ghazali juga mengatakan dalam Ihya’ Ulumuddin, Tidak semua hal yang baru dilakukan (setelah nabi wafat) itu dilarang, tetapi yang dilarang hanyalah bid’ah yang bertentangan dengan aturan agama yang telah tetap dan membatalkan suatu perkara dalam agama.
Imam Syafii juga menyampaikan:
البدعة بدعتان: بدعة محمودة، وبدعة مذمومة، فما وافق السنة، فهو محمود، وما خالف السنة، فهو مذموم
Perkara baru (Bid’ah) menurut Imam Syafii dibagi menjadi dua:
- Perkara baru yg bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah atau atsar sahabat dan ijma’. Ini adalah bid’ah dholalah (bid’ah yang sesat).
- Perkara baru yang baik tetapi tidak bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah atau atsar sahabat dan ijma’. Ini adalah bidah yang tidak tercela. Bid’ah yg sesuai dengan sunnah adalah terpuji dan baik, sedangkan yang bertentangan dengan sunnah ialah tercela dan buruk”.
Bid’ah Hasanah
عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مَنْ بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
رواه مسلم
“Jarir bin Abdullah al-Bajali ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim).
Mayoritas Ulama yang menjadi panutan umat Islam meliputi madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali mengatakan bahwa bid’ah terbagi menjadi lima macam yaitu: 1). Bid’ah wajibah (wajib); 2). Bid’ah muharamah (haram); 3). Bid’ah mandubah (sunah), bid’ah makruhah (makruh) dan bid’ah mubahah (mubah).
Bid’ah wajib seperti mempelajari ilmu nahwu sebagai sarana untuk memahami firman Allah swt dan hadits Nabi. Ini adalah wajib karena mutlak dibutuhkan untuk memahami pesan agama dengan tepat dan benar. Bid’ah Haram seperti madzhab Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah dan Khawarij. Bid’ah hasanah (sunah) seperti mendirikan sekolahan, membangun jembatan, shalat taraweh dan dzuha berjamaah di masjid dll. Bid’ah makruh seperti menghias masjid dan menghias mushaf. Bid’ah mubahah seperti bersalaman setelah shalat, berbagai jenis makanan dan pakaian yang dikenakan sesuai tradisi masyarakat.
Contoh amal yang tidak dicontohkan tapi bukan termasuk bid’ah yang sesat/dosa:
- Tambahan doa ketika ruku’, Diriwayatkan oleh Rifa’ah bin Rafi’ az Zarqi, dia berkata: “Pada suatu hari kami shalat di belakang Nabi saw, setelah mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau mengucapkan “sami’allahu liman hamidah”, kemudian salah seorang makmum ada yang mengucapkan “Rabbana wa lakal hamdu hamdan katsiran thayiban mubarakan fih. Usai shalat beliau bertanya, “siapa yang berucap tadi?”. Orang tersebut menjawab, “saya”. Kemudian beliau bersabda:”Aku melihat tiga puluh sekian malaikat berlomba menghampirinya agar bisa mencatatnya terlebih dahulu. (HR. Bukhori)
- Shalat sunah li syukril wudhu, Nabi bersabda: “Bilal, ceritakan kepadaku tentang amalan yang paling kamu harapkan pahalanya dalam Islam. Aku telah mendengar suara gerakan sandalmu di depanku di surga”. Bilal menjawab, “Aku tidak pernah melakukan pekerjaan yang lebih kuharapkan pahalanya selain daripada ketika selesai bersesuci (wudhu) di malam atau siang hari, maka selalu melakukan shalat sunnah mutlaq yang diizinkan untukku dengan kesucian itu” (HR. Bukhori)
- Shalat Tarawih, Umar bin Khathab berkata tentang shalat tarawih di bulan Romadhon :
فَقَالَ عُمَرُ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. Sholat tarawih adalah perkara baru yang tidak ada di zaman Nabi saw. Di malam Ramadhan Nabi melaksanakan qiyamu Ramadhan pada tengah malam dan dilakukan sendiri-sendiri dengan tidak ada ketentuan jumlah rakaatnya. Lalu di jaman khalifah Umar qiyamu Ramadhan dilaksanakan sehabis shalat isya sebanyak 20 rakaat dengan cara berjamaah di masjid dan disebut dengan nama shalat Taraweh.
Setiap sesuatu yang mempunyai dasar dari dalil-dalil syara’ maka bukan termasuk bid’ah, meskipun belum pernah dilakukan oleh Nabi atau generasi salaf. Karena sikap mereka meninggalkan hal tersebut terkadang karena ada uzur yang terjadi saat itu (belum dibutuhkan) atau karena ada amaliah lain yg lebih utama atau hal itu barangkali belum diketahui oleh mereka.
والله الموافق الى اقوام الطريق والله أعلم بالصواب