Dunia maya merupakan habitat paling disegani sebagian orang dalam berinteraksi dengan sesama manusia dari seluruh penjuru dunia. Menjadi manusia di dunia maya terkadang berbanding terbalik dengan wujud aslinya (karakter) di dunia nyata, semua orang berhak berbicara apapun di wilayah ini, para Netizen /sebutan bagi penggiat dunia maya mempunyai kebebasan dalam bersuara. Kebebasan inilah yang harus diimbangi dengan etika bersosial media.
Di era millineal seperti saat ini, gadget tak lagi menjadi barang mewah bagi masyarakat kita. Semua informasi dan interaksi kini bisa hadir dalam hitungan detik. Tentu, arus informasi yang diterima masyarakat lebih riskan akan jaminan validitas dan keaktualannya.
Dalam berinteraksi di media sosial, seseorang jauh lebih mudah dalam mengungkapkan apa yang ia pikirkan. Tak lagi ada rasa sungkan maupun canggung, bahkan seseorang yang dalam dunia nyatanya pasif, di media sosial sangat mungkin untuk bisa menjadi aktif bahkan agresif. Lalu, sudahkah masyarakat kita memahami etika-etika dalam berkomunikasi via medsos?
Media sosial harusnya mampu menjadi tonggak kemajuan bangsa, karena pesatnya penerapan teknologi informasi dan komunikasi menjadi aspek negara itu berkembang. Namun, realitas yang terjadi di masyarakat kita, adanya media sosial belum sepenuhnya mampu dipahami tentang nilai-nilai dan norma-normanya. Seseorang dengan mudahnya mengkritik bahkan menghujat orang lain maupun kelompok dengan keluar dari batas nilai kemanusiaan. Banyak sekali kita temui di beranda media sosial, orang-orang berani melakukan kritik terhadap petinggi yang mungkin ilmunya jauh lebih luas dibanding dengan kita, seseorang sekelas professor, doctor, bahkan kyai (pemuka agama) tak lagi canggung untuk kita kritik bahkan menghujatnya.
Maka, beranjak dari realitas tersebut, perlu adanya pemahaman tentang etika berkomunikasi bagi para penggiat sosial media (netizen). Menurut Chomsky seorang pakar linguistic dari barat mengatakan dalam teorinya ada yang namanya “ Freedom of Expression” kebebasan berekspresi, dan “ freedom of speech” kebebasan dalam berbicara. Adanya kebebasan inilah seseorang diberi ruang untuk menyampaikan ide dan gagasan, bahkan kritik bagi orang lain, tentu kritik yang harus diimbangi dengan solusi, bukan sekedar menjatuhkan lawan bicara. Tetapi, teori tersebut jika hanya diterapkan begitu saja akan memunculkan ketimpangan-ketimpangan dalam proses interaksi di dunia maya. Maka perlu adanya “ freedom of thinking “ yaitu kebebasan dalam berfikir. Maksudnya, ketika seseorang diberi kebebasan dalam berekspresi dan berbicara, ia harus melakukan pemahaman terlebih dahulu apa yang seharusnya ia sampaikan sebagai bentuk komunikasi terhadap orang lain. Jadi tidak akan ada yang namanya cyber bullying, ujaran kebencian, dan lainnya yang mampu membuat perpecahan di masyarakat.
Hari ini, kita bisa melihat karakter sesorang dari apa yang sehari-hari ia lakukan di media sosialnya. Seseorang yang mungkin di dunia nyatanya adalah pendiam, tidak banyak bicara, bisa saja di medsosnya menjadi orang yang aktif, dan banyak gagasan. Ada pula, seseorang yang kesehariannya biasa-biasa saja, di media sosialnya bisa jadi dia sangat terlihat religius, atau bahkan sangat liberalis. Inilah alasan, mengapa di beberapa perusahaan-perusahaan maju di dunia menggunakan metode ini (melihat akun media sosial) sebagai bentuk perekrutan pegawai/karyawan.
Yang terakhir, salah satu etika kita ketika berkomunikasi di media sosial adalah saling toleransi. Dalam hal ini, kita harus mampu menghargai gagasan atau pemikiran orang lain, meskipun itu bertentangan dengan pemikiran kita. Namun, berbeda halnya, ketika kita melihat adanya unsur ketidak benaran informasi (Hoax), maka kita patut merespon dan menyampaikan apa yang memang seharusnya itu benar dengan fakta maupun data yang kita peroleh. Karena semakin kita acuh terhadap pemberitaan bohong maka akan semakin cepat informasi yang tidak benar tersebut menjalar.
Kesantunan kita dan pemahaman kita tentang etika berkomunikasi di medsos inilah sangat penting kita terapkan sebagai bentuk bahwa kita adalah bangsa yang maju, baik secara pemikiran maupun attitude. Bukan hanya sebagai kritikus yang selalu menyalahkan pemikiran orang lain, tetapi juga mampu memberikan solusi atas apa yang kita kritik. Mari, kita mulai berkomunikasi di media sosial yang baik dengan bijak menerima informasi, dan memilah apa yang patut kita bagikan (share) dan yang seharusnya tidak untuk kita share.