Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400-an dari keluarga bangsawan Tuban. Bapaknya adalah Tumenggung Wilatikta yang menjadi Adipati Tuban. Semasa kecilnya, Sunan Kalijaga dipanggil dengan sebutan Raden Mas Syahid, Raden Abdurrahman, Pangeran Tuban. Lokajaya merupakan nama samaran ketika dia menjadi begal di Jatiwangi. Beliau juga dikenal dengan sebutan Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, dan Ki Unehan.
Sejak kecil beliau telah diperkenalkan dengan agama Islam oleh guru agama kadipaten Tuban. Tujuannya agar nilai-nilai dasar Islam dari al-Qur’an dan Hadist dapat menjadi pedoman hidup beragama yang baik bagi beliau. Beliau juga memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat luar biasa serta pemberani dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Yakni, sejak pertengahan abad ke 15 sampai dengan akhir abad 16. Dengan demikian, ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit sekitar 1478, Kesultanan Demak pada tahun 1481-1546 M, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546-1568 M, serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga wafat sekitar tahun 1580 pada usia 131 tahun. Beliau dimakamkan di Desa Kadilangu kota Demak. Area makam Sunan Kalijaga berjarak sekitar 3 km dari Masjid Agung Demak. Seperti makam Wali Songo umumnya, makam Sunan Kalijaga berada di dalam bangunan tungkub berdinding tembok dengan hiasan dinding terbuat dari kayu berukir.
Sebagai penyebar agama yang dikenal sangat berjiwa besar dan toleran, Sunan Kalijaga dalam mengembangkan dakwahnya terkenal kreatif, beliau menggunakan seni budaya agar dapat lebih mudah tersampaikan pada kalangan masyarakat. Dalam dakwahnya beliau mempunyai beberapa karya yang sampai saat ini karyanya masih diketahui banyak orang. diantaranya:
Seni wayang
Sunan Kalijaga menjadikan lakon wayang sebagai media dakwah serta pendidikan olah rohani dengan menampilkan tokoh-tokoh pewayangan yang menjadi favorit rakyat, yaitu kisah Ramayana dan Mahabharata. Ia mereformasi bentuk-bentuk wayang yang sebelumnya berbentuk gambar manusia menjadi gambar dekoratif dengan proporsi tubuh tidak mirip manusia. Ia juga memunculkan tokoh-tokoh kuno Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Togog dan Bilung sebagai tokoh Punakawan.
Dalam pewayangan ini hampir keseluruhan yang dipentaskan kisahnya seputar tasawuf dan akhlaqul karimah. Salah satu yang paling digemari masyarakat adalah lakon Dewa Ruci, yang mengisahkan perjalanan ruhani tokoh Bima mencari kebenaran di bawah bimbingan Bhagawan Drona sampai ia bertemu dengan Dewa Ruci.
Seni Gamelan
Sunan Kalijaga menciptakan gamelan yang berupa gong sekaten yang berasal dari kata syahadatain. Pengucapan dua kalimat syahadat dilaksanakan setiap tahun untuk mengajak orang Jawa masuk Islam. Awalnya gong ditabuh pada perayaan Maulid Nabi di halaman Masjid Agung Demak yang bertujuan mengundang masyarakat untuk berkumpul di masjid yang nantinya akan diberikan ceramah mengenai keagamaan.
Seni Suara
Sunan Kalijaga menciptakan tembang macapat Dhandanggulo dengan nada yang memiliki toleransi antara melodi Arab dan Jawa. Sementara para wali lainnya yang ikut menciptakan tembang macapat, antara lain Sunan Giri (Asmaradana dan pucung), Sunan Bonang (Mas Kumambang dan Mijil), Sunan Muria (Sinom dan Kinanti), dan Sunan Drajat (Pungkur). Lagu lain yang diciptakan Sunan Kalijaga adalah ilir-ilir, gundul-gundul pacul, Kidung Rumeksa ing Wengi, Lingsir Wengi, Suluk Linglung.
Warisan seni dan budaya yang diciptakan Sunan Kalijaga tentu digunakan sebagai sarana dan media dalam berdakwah menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Peran beliau sebagai seorang pendidik dan pengajar agama di tengah masyarakat sangat dominan dan strategis. Masyarakat kelas menengah-atas yang semula beragama Hindu dan Budha serta masyarakat kelas bawah yang masih menganut animisme-dinamisme banyak yang kemudian masuk agama Islam. Para mualaf tersebut kemudian menjadi murid beliau, mulai dari kalangan terbawah hingga bangsawan kerajaan.
Sunan Kalijaga mengajarkan kepada pengikutnya dengan menggunakan konsep tasawuf akhlaqi. Yaitu membersihkan jiwa untuk mewujudkan perilaku yang baik (akhlaq mahmudah) serta menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela (akhlaq madzmumah). Ajaran tasawuf Sunan Kalijaga dapat ditemukan dalam berbagai sumber, antara lain dari Babat Serat dan Suluk. Tasawufnya menyangkut beberapa aspek pokok ajaran yaitu mengenai perjalanan pengembaraan spiritual, seperti mengenai konsep Pancamaya, ilmu hakikat, asal-usul dan tujuan hidup (sangkan paraning dumadi), roh ilafi (ruh idhafi) dan ajaran tentang fana, baqa dan nubuat.
Pertama, Ajaran sangkan paraning dumadi menjelaskan tentang asal-usul manusia dan tujun akhir kehidupan. Dalam ajaran Jawa, sangkan paraning dumadi bertujuan untuk menuntun manusia agar lebih mengenal Tuhan-Nya. Sedangkan dalam ajaran tasawuf, konsep ini sering dikaitkan dengan dasar akidah Islam. Ajaran ini dibawakan oleh Sunan Kalijaga yang tersirat dalam Tembang Dhandanggula. Menurutnya manusia hidup di dunia sekadar mampir ngombe (singgah untuk minum), karena suatu ketika akan kembali kepada Tuhan. Sehingga, dalam menjalani kehidupan dunia hendaklah mendekati nilai-nilai luhur yang selaras dengan akidah Islam.
Kedua, Roh ilafi (roh idhafi) atau disebut juga sukma. Roh ilafi adalah roh yang senantiasa pasrah pada Allah. Roh ini menjadi penghubung antara jiwa dan Allah. Roh ini juga memancarkan cahaya yang berkilauan, terang benderang dan tak berwarna. Daya cahayanya (pancaran sinar) yang berkilauan itu disebut Premana. Dalam khazanah Jawa, Premana juga disebut dengan nyawa.
Ketiga, tentang fana, baqa dan nubuat. Sebagai seoang guru makrifat, Sunan Kalijaga juga mengalami apa yang disebut dalam dunia sufi dengan kondisi “fana dan baqa”. Fana adalah hilangnya semua keinginan hawa nafsu, akhlaq yang tercela, kebodohan, dan perbuatan dosa pada diri seseorang. Sedangkan baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlaq yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat.