Jangan kira Spongebob Squarepants hanya pandai memasak Krabby Patty. Untuk sebuah alasan, Spongebob rupanya juga mahir menulis berita. Bahkan Spongebob sempat menjadi jurnalis untuk sebuah koran yang bernama The Krabby Kronicle. Berita yang dituliskan Spongebob, viral dan menjadi trending topic di Bikini Bottom.
Kiprah Spongebob di dunia jurnalistik tidak terlepas dari pengaruh Tuan Krab, bosnya di Krusty Krab. Tuan Krab mencari ide baru ketika bisnis makanan cepat sajinya itu sepi pengunjung. Ia melihat peluang ketika banyak warga di Bikini Bottom mengantri panjang hanya untuk membeli sebuah koran. Dari situlah Tuan Krab berinisiatif untuk menerbitkan koran serupa. Koran yang mengedepankan judul-judul bombastis dan mengabaikan isi dan konteks berita.
Spongebob pernah menuliskan berita dengan judul, “Warga Lokal Menikahi Tiang”. Awalnya berita ini mengabarkan tentang Patrick Star yang hanya berdiri di pinggir jalan sambil memandangi tiang. Spongebob yang polos menuliskan peristiwa itu dengan apa adanya. Ketika berita itu sampai ke meja Tuan Krab, ia mengedit tulisan dan gambarnya menjadi berita bombastis.
Produk jurnalistik semacam ini sama sekali tidak memperhatikan etika jurnalisme. Visi utama media massa yang bertujuan untuk mengabarkan dan memberi informasi, tidak lagi diindahkan. Produk jurnalistik ini hanya beroriientasi pada rating dan bisnis. Dalam istilah jurnalistik, masyarakat menyebutnya dengan istilah “jurnalisme kuning” atau “koran kuning”.
Karakteristik Koran Kuning
Bagi masyarakat awam atau pun masyarakat yang sadar literasi, tidak begitu sulit untuk mengidentifikasi koran kuning. Sebab karakteristik koran kuning bisa dilihat dengan kasat mata. Hanya saja, masyarakat awam lebih sering terprovokasi dengan judul dan foto yang ditampilkan. Sehingga mereka cenderung mempercayai berita dari koran kuning tersebut. Apalagi jika berkaitan dengan agama dan identitas kedaerahan.
Lantas apa sajakah karakteristik dari koran kuning? Sebuah penelitian di Inggris mengamati perkembangan berita di surat kabar New York Journal dan New York World. Hasil penelitian itu memetakan beberapa karakteristik dari koran kuning.
- penggunaan judul yang bombastis
Biasanya dalam judul memuat identitas keagamaan maupun kedaerahan. Bahkan banyak pula judul koran kuning yang mengarah kepada pornografi. Misalnya, “Subhanallah! Muncul Gelombang Tsunami Poso Membentuk Lafadz Allah”, “Viral, Warga Sukabumi Heboh Lihat Mahluk Seram dari Bawah Tanah Muncul ke Permukaan Bumi”, atau “Syahrini Asyik Berenang, Bagian Tubuh Ini Kelihatan. Netizen Heboh”.
- Foto ilustrasi yang imajinatif
Dalam sebuah koran kuning, biasanya foto yang digunakan tidak berasal dari foto kejadian aslinya. Redaksi menggunakan foto ilustrasi dari kejadian lain, bahkan mengeditnya sedemikian rupa. Sehingga bisa mendukung judul yang bombastis. Judul dan gambar ilustrasi inilah yang menjadi faktor paling besar dalam mempengaruhi emosi pembaca ketika membaca sebuah surat kabar.
- Narasumber anonim
Identitas narasumber turut mempengaruhi validitas sebuah berita. Dalam karya jurnalistik yang baik, identitas narasumber harus jelas dan sesuai dengan kapasitasnya. Namun dalam koran kuning, identitas narasumber biasanya tidak terlalu jelas atau anonim. Hanya menyebutkan nama, namun tidak menjabarkan latar belakangnya. Kapasitas narasumber pun tidak sesuai dengan kasus yang diberitakan. Sehingga validitas informasinya patut dipertanyakan.
Biasakan Tabayyun
Menyikapi peredaran koran kuning, masyarakat Indonesia sebaiknya melatih sikap skeptisnya. Tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di media massa maupun di media sosial. Sebagaimana Islam mengajarkan pemeluknya untuk melakukan tabayyun atau klarifikasi.
Sekeretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Nia Sholeh menjelaskan empat langkah dalam melakukan tabayyun. Pertama, memastikan kredibilitas dan kapabilitas sumber informasi. Dalam hal ini masyarakat bisa menilai dari media massa mana yang memberitakan, siapa wartawannya, serta siapa narasmbernya.
Kedua, konten informasi. Meskipun sumber informasinya sudah valid, namun ada pula faktor human eror yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penulisan informasi. Ketiga, melihat konteks ruang, waktu, dan latar belakang informasi. Hal ini sangat mempengaruhi pemahaman pembaca yang berasal dari latar belakang berbeda.
Keempat, menimbang manfaat atau tidaknya informasi. Hal ini penting dilakukan agar masyarakat tidak asal membagikan informasi tanpa mengetahui manfaatnya. Ada baiknya jika pembaca mempertimbangkan, apakah informasi yang akan dibagikan itu memiliki manfaat publik atau personal.
Adanya empat langkah klarifikasi informasi tersebut menjadi filter agar masyarakat tidak terprovokasi oleh jurnalisme kuning yang tidak bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Sebagai seorang pembaca yang baik, tentu kamu tidak ingin tertipu produk jurnalisme kuning seperti halnya warga Bikini Bottom, bukan? [Nashokha]