اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (An Nisa : 17)
Setiap kali khutbah jumat, khotib selalu berpesan untuk meningkatkan taqwa kepada Allah SWT. Perintah ini demikian penting tapi sayangnya banyak umat islam belum berhasil mencapai ketaqwaan yang paripurna. Kurangnya pemahaman tentang makna taqwa itu sendiri, bisa jadi yang menjadikan penyebabnya.
Umar bin Khattab pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang makna taqwa. Salah satu tokoh penulis wahyu itu balik bertanya kepada Umar, “Apa yang engkau lakukan bila berjalan di tempat yang penuh duri?”. Amirul mukminin menjawab, “Aku akan memperhatikan tempat-tempat di mana kakiku melangkah. Aku berhati-hati jangan sampai menginjak duri”. Ka’ab berkata, “itulah taqwa”.
Makna Taqwa
Makna taqwa bagi pemula tercakup dalam dua akar kata bahasa arab, yakni khofa–yakhofu–khoufan dan shona–yashunu-shownan.
Khouf artinya takut terhadap sesuatu yang tidak disukai atau dibenci. Bisa jadi sesuatu yang tidak menyenangkan itu telah kita ketahui seperti takut pada ular, musuh, penyakit, penjara dll. Bisa juga takut pada hal-hal yang belum diketahui secara pasti karena bersifat ghaib, contohnya takut pada adzab dan siksa Allah di dunia (karma jelek), kemurkaan Allah karena melakukan dosa besar, hisab yang buruk, hingga masuk neraka, seperti dalam ayat:
وَيَخَافُوْنَ سُوْۤءَ الْحِسَابِ ۗ
…dan takut kepada hisab yang buruk. (Ar Ra’du : 21)
Shona artinya menjaga diri dari hal hal yang bersifat hissiyah (Indrawi) dari perbuatan dosa dan maksiyat. Seperti menjaga mata, lisan, tangan dari hal-hal yang dilarang oleh agama atau norma masyarakat. Sikap yang hati-hati, jangan sampai berjumpa dengan hal-hal yang tidak menyenangkan. Upaya mempersiapkan sesuatu guna menghadapi dan berlindung dari keburukan yang diduga akan menimpa. Walaupun ketika menjalankan antisipasi tersebut hati belum tersentuh, maka sudah tercakup ke dalam makna takwa.
Upaya untuk takwa harus dimulai dari kesadaran tentang adanya bahaya yang harus diusahakan untuk menghindarinya. Kesadaran itu melahirkan rasa takut (khouf) yang bersemai di dalam hati yang pada gilirannya mendorong untuk melakukan kegiatan yang sesuai guna menghindari bahaya itu (shana wa waqa).
وَالَّذِيْنَ يَجْتَنِبُوْنَ كَبٰۤىِٕرَ الْاِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَاِذَا مَا غَضِبُوْا هُمْ يَغْفِرُوْنَ ۚ
Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (Asy Syuro : 37)
Seorang yang bertaqwa akan berupaya menghindari ancaman siksa-Nya baik di kehidupan dunia maupun akhirat karena melanggar hukum yang diciptakan Allah SWT. Hukum-hukum tersebut meliputi:
- Hukum masyarakat,
Jika melanggar dianggap sebagai perbuatan keji (fakhisyah) yakni perbuatan yang sangat buruk menurut penilaian akal dan agama. Bagi yang melanggar akan mendapatkan sangsi dari masyarakat, hukum positif negara dan hukuman di akhirat. Contohnya: melakukan tindak pidana seperti pembunuhan, perselingkuhan, korupsi, kesombongan, kezaliman dll.
2. Hukum sunatullah,
Melanggar sunatullah seperti menzalimi diri sendiri, karena melakukan kelalaian yang berdampak buruk bagi pribadinya. Pelanggarnya akan mendapatkan sangsi berupa kesulitan dan kesempitan dalam kehidupannya. Contohnya: malas bekerja akan terbelakang, malas belajar akan bodoh, tidak melestarikan lingkungan akan merusak keseimbangan alam, tidak taat protokol kesehatan akan tertular korona dll.
3. Hukum syariat,
Jika melanggar disebut berdosa (al itsmi) dan diancam dengan sangsi di akhirat yaitu berupa hisab yang buruk dan siksa di neraka. Contohnya seperti tidak mau shalat, zakat, puasa, haji dll.
Motivasi Bertaqwa dan Pahalanya
Tuntunan agama menganjurkan agar mendahulukan ‘pembersihan’ sebelum ‘penghiasan’. Menghindari yang buruk lebih utama daripada melakukan yang baik. Prioritas ini tersirat dalam kalimat syahadat (tahlil). La Ilaha maknanya membersihkan kotoran hati melalui taubat dari dosa dan kelalaian. Selanjutnya Illallah, yang aktualisasinya dengan penuh kesabaran memperindah akhlaq dan budi pekerti.
Upaya taqwa dengan mendahulukan pencegahan ini seperti disampaikan oleh ulama Tabiin, Hasal al Bashri:
المُتَّقُوْنَ اتَّقَوا مَا حُرِّمَ عَلَيْهِمْ ، وَأدَّوْا مَا افْتُرِضَ عَلَيْهِمْ
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan menunaikan berbagai kewajiban.”
Taqwa bukanlah satu tingkat dari ketaatan kepada Allah, tetapi ia adalah penamaan bagi setiap orang yang beriman dan beramal shalih. Taqwa adalah nama yang mencakup semua amal-amal kebajikan. Siapa yang mengerjakan sebagian darinya ia telah menyandang ketaqwaan. Seorang yang mencapai puncak ketaatan adalah orang yang bertaqwa (muttaqiin). Tetapi yang belum mencapai puncaknya-pun, masih belum luput sama sekali dari dosa, bahkan masih melakukan dosa-dosa besar asalkan ia segera bertaubat, juga dapat dinilai sebagai orang yang bertaqwa. Meskipun tentunya ini merupakan derajat taqwa yang masih rendah (pemula).
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (Ali Imran : 135)
Motivasi orang awam dalam beribadah kepada Allah seringkali didorong oleh rasa takut akan siksa neraka dan ingin masuk surga. Kualitas keikhlasan dalam beramal ibadah masih rendah. Dalam melaksanakan aktivitas kehidupannya sehari-hari masih didorong oleh prinsip untung dan rugi. Ia mengharapkan keuntungan yang bersifat duniawi (materi) dalam kegiatan keseharian maupun ibadah. Contohnya seperti mengharapkan pujian, bayaran uang, hubungan baik, popularitas dll.
Para pemula dalam berlatih taqwa ini akan sangat beruntung apabila bisa mendapat ampunan dari Allah. Dia akan selamat dari siksaan neraka dan dimasukkan ke dalam surga Jannat al Hissiyah fi ad daar al akhirah. Tetapi sebagai hamba Allah seyogyanya memiliki cita-cita yang tinggi (uluwwul himmah). Cita-cita mulia ini akan menjadi sumber motivasi yang kuat untuk terus meningkatkan ketakwaan.