يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (Al Baqarah : 208)
Kata السِّلْمِ (silmi), makna dasarnya adalah damai. Penggunaan فِي (fi) menunjukkan orang yang beriman agar memasukkan totalitas dirinya ke dalam wadah kedamaian itu secara menyeluruh. Ia damai dengan dirinya, keluarganya, seluruh manusia,makhluk dan alam semesta. Berangkat dari fungsi ‘kaffah’ sebagai keterangan dari ‘silmi’, maka ayat ini bermakna agar setiap orang beriman melaksanakan seluruh ajaran islam, jangan percaya sebagian dan menolak/mengabaikan sebagian yang lainnya. Jika ‘kaffah’ sebagai keterangan dari kata ganti dalam ‘udkhulu’ (dhomir antum), maka artinya jangan seorangpun diantara kamu yang tidak masuk ke dalam kedamaian (islam).
As-silmi diterjemahkan menjadi ‘Islam’ oleh kalangan Islam Ideologis, sehingga ada keharusan untuk menciptakan sistem yang islami (entitas islam formal) yang dianggap mewakili keseluruhan perwujudan ajaran islam dalam kehidupan dan mencerminkan aspirasi kaum muslimin. Dalam konteks ini kebutuhan adanya partai politik islam dianggap sangat penting dalam kehidupan berpolitik. Terwujudnya penerapan syariat islam formal dalam kehidupan merupakan sesuatu yang diperjuangkan
Sedangkan kalangan islam kultural menterjemahkan kata tersebut dengan kata sifat ‘kedamaian’, menunjuk pada entitas universal, yang tidak perlu dijabarkan oleh sebuah sistem tertentu, termasuk sistem islami. Penafsiran ini didukung dengan kenyataan bahwa penggunaan term ‘muslim’ sebagai pemeluk agama dengan identitas khusus yang membedakan dengan umat beriman lainnya diperkirakan baru muncul seabad setelah wafatnya Nabi. Term yang sering digunakan di zaman Nabi untuk merepresentasikan umat beriman yaitu ‘mu’min’ (orang yang beriman).
Kehadiran sistem islami di Indonesia otomatis akan membuat non muslim sebagai warga negara yang posisinya di bawah kaum muslimin. Umat islam yang tidak menjalankan agamanya dengan penuh (kaum abangan) akan dinilai kurang islami jika dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota/warga partai/organisasi yang menjalankan islam secara kaffah, demikian pula dengan kalangan santri yang memiliki landasan perjuangan yang berbeda. Ketiganya baik non muslim, abangan, santri akan menjadi warga negara kelas 2 dalam kehidupan bernegara, ini tentunya bisa menjadi penyebab disintegrasi bangsa.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Surat Al Baqarah ayat 177 di atas menunjukkan 5 kriteria muslim yang baik: 1) Menerima prinsip-prinsip keimanan; 2) Menjalankan prinsip islam secara utuh (shalat & zakat); 3) Menolong kepada kaum lemah yang butuh pertolongan; 4) Menegakkan profesionalisme (menepati janji); 5) Sabar dengan ujian. Jika ke-lima syarat ini bisa dilaksanakan oleh seorang muslim tanpa adanya sebuah sistem islami, maka dengan sendirinya tidak diperlukan lagi sebuah kerangka sistemik menurut ajaran islam. Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan muslim dengan karakter yang baik dan bisa mengimplementasikan sifat-sifat positif tersebut dalam bidang profesi masing-masing sehingga bisa berdampak pada terwujudnya moralitas pada lembaga yang digelutinya tersebut.
Dalam hal ini diperlukan upaya keras dalam bidang pendidikan baik formal maupun informal yang bisa meng-upgrade pengalaman ibadah ritual (islam) menjadi keyakinan yang teguh (iman) dan pada gilirannya bisa terinternalisasi akhlaq dan mengimplementasikannya dalam kehidupan dalam bentuk moralitas yang baik (ihsan)