Ingatlah perasaan ketika ada seseorang yang memuji Anda, ketika Anda disetujui, diterima dan disanjung. Bagaimana emosi yg dirasakan ketika Anda sukses, berhasil, menjadi nomor satu, dan Populer. Ketika Anda memenangkan sebuah permainan, taruhan, atau perdebatan. Coba ingat juga ketika Anda punya kekuasaan, menjadi Bos, orang-orang menghormati dan menjalankan perintah Anda.
Selanjutnya coba bandingkan dengan perasaan yang muncul ketika Anda menatap indahnya matahari terbit atau terbenam, ketika Anda membaca buku favorit atau menikmati sepenuhnya sebuah film. Atau ketika Anda benar-benar menikmati pekerjaan yang saat ini sedang Anda lakukan, yang menyerap semua perhatian Anda. Atau ketika Anda bercengkerama dengan sahabat lama, menyenangkan, penuh canda tawa. Juga waktu Anda merasakan malam yang khusyu dan syahdu hingga melelehkan air mata.
Perasaan yang pertama merupakan ‘perasaan duniawi’, sedangkan yang kedua merupakan ‘perasaan Jiwa’, cobalah kecap sekali lagi dan perbandingan sensasi yang ditimbulkannya. Latihan sederhana tersebut akan mengantarkan pemahaman kita tentang ‘wahan’, salah satu penyakit kronis manusia modern, yaitu cinta duniawi dan takut mati.
Cinta Duniawi
‘Perasaan duniawi’ berasal dari pemujaan diri (ego) dan promosi diri. Perasaan ini tidak alami, melainkan diciptakan oleh masyarakat dan budaya agar Anda menjadi lebih produktif serta bisa dikendalikan. Perasaan ini menghasilkan getaran, gairah dan kekosongan. Amatilah orang-orang disekitar Anda atau bahkan diri Anda sendiri, bagi yang menghabiskan usianya untuk mengejar sensasi ‘perasaan duniawi’ ini bahkan melekatkan diri dengannya, maka mereka akan menjalani kehidupan yang kosong dan tak berjiwa.
Perumpamaannya seperti sekelompok wisatawan duduk dalam bus yang melaju di daerah yang berpemandangan indah: danau, gunung, padang hijau, dan sungai. Bukannya menikmati panorama alam yang mempesona, mereka justru menutup tirai jendela bus dan sepanjang perjalanan bertengkar tentang siapa yang akan duduk di kursi kehormatan di dalam bus, siapa yang akan mendapat pujian, siapa yang akan dihormati, berebut jatah konsumsi dan demikianlah kelakuan mereka sampai perjalanan berakhir.
Adapun perasaan jiwa, berasal dari pemenuhan diri, bersifat alami, menghasilkan nutrisi dan kebahagiaan. Seseorang yang mengumpulkan ‘perasaan jiwa’ ini melalui disiplin setiap harinya dengan mindset ‘ruhani’, maka ia telah menabur benih-benih kebahagiaan, Ia akan mengetam karakter diri ‘bahagia’(nafsul Mardhiyah).
Seorang pengusaha muda sukses memutuskan meninggalkan kariernya yang cemerlang di perusahaan untuk menempuh jalan Kebenaran. Ia berguru pada seorang guru spiritual (mursyd) untuk menjadi seorang sufi. Suatu hari seorang sufi senior mengunjungi sang mursyd. Sufi senior itu adalah pengusaha yang sangat kaya, ia membawa oleh-oleh untuk gurunya aneka makanan yang lezat dan mahal. Sang mursyd dan murid seniornya lalu makan bersama, menikmati kelezatan makanan mahal itu.
Saat melayani keduanya, sufi muda berkata pada dirinya sendiri, “Aku tinggalkan karierku demi mengabdikan diriku di jalan ini. Aku telah meninggalkan dunia dan ambisi-ambisiku, tetapi kini aku melihat betapa mursydku menikmati dunia, betapa terikatnya ia pada benda-benda duniawi itu…”. Pada saat itu sang mursyd tiba-tiba menoleh, melihat sang sufi muda, “Anakku, kau belum memahami ketidakterikatan. Ketakterikatan bukan berarti Kau gagal menikmati apapun yang Tuhan kirimkan kepadamu. Ketidakterikatan artinya Kau tidak merasa kehilangan karunia-karunia itu jika diambil kembali oleh Sang Pemilik.
Nabi Muhammad bersabda agar memakan makanan yang terbaik (halal dan thoyib) tetapi tidak berlebih-lebihan. Ini merupakan teladan yang harus kita ikuti dalam berbagai aktivitas. Kita mesti menikmati dunia dan hidup dengan layak, tetapi tidak berlebih-lebihan. Kita dapat menikmati dunia tanpa menjadi terobsesi dengannya atau kecanduan kepadanya.
Takut Mati
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS Ali Imron : 185)
Ilmuwan Genetika mengungkapkan, panjang pendeknya usia kemungkinan ditentukan dari panjang pendeknya telomer. Fungsi telomer adalah untuk proses replikasi sel, mengganti sel-sel yang telah tua dan rusak. Ada sekitar 7-10 ribu DNA telomer disetiap ujung kromosomnya. Semakin bertambah usia maka rantai telomer semakin memendek. Pada manusia modern, proses telomerase bisa bertahan hingga sekitar 90 tahun. Akan tetapi gaya hidup yang buruk akan menyebabkan buruknya proses telomerase, dan berdampak mengurangi jatah ‘pasir waktu’ kehidupannya.
Perilaku orang modern, ketika muda mengejar harta tak peduli kesehatan, dan ketika tua, habis hartanya untuk mendapat kembali kesehatannya. Akhirnya datanglah kematian, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati,…” (Ali Imran : 185). Meski demikian, banyak orang yang takut untuk menyongsongnya, mereka merasa dunia ini kehidupan yang sesungguhnya dan enggan berpisah dengannya. Adakah mereka ingat sewaktu dalam kandungan ibunda, apa jadinya jika mereka ingin tinggal di sana selamanya? Demikian juga dalam kehidupan di dunia ini.
Tidur hakikatnya sama dengan kematian. Pada saat tidur, ruh meninggalkan jasad dan nyawa, lalu ruh kembali pada saat terbangun. Sedangkan pada kematian, Tuhan menahan ruh di TanganNya. Jika Anda menghayati keyakinan ini, berarti Anda telah melakukan gladi resik untuk mati setiap hari. Hari-hari Anda akan menjadi sangat berkualitas, jika hidup Anda hari ini akan di akhiri dengan ‘kematian’. Anda pasti akan semaksimal mungkin memanfaatkan setiap tarikan nafas, karena nanti malam ruh Anda akan menghadap kepada Tuhan…
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Az Zumar : 42)
Ada sebuah kisah tentang suatu kerajaan yang memilih raja dan ratunya setiap tahun. Di ujung tahun, penguasa yang lama akan diasingkan ke sebuah pulau di lepas pantai kerajaan itu. Raja atau ratu yang kurang cerdas menghabiskan waktunya dengan menikmati masa satu tahun berkuasa dan berbagai kenikmatan yang ditawarkan istana, Penguasa yang lebih cerdas mengirim tukang kayu dan para ahli kerajaan lainnya untuk membangun rumah masa depan mereka. Mereka mendirikan rumah yang nyaman dan penuh dengan makanan dan perabotan yang bagus. Ketika masa satu tahun kekuasaan berakhir, mereka dapat pensiun dalam keadaan tenang dan nyaman. Para penguasa yang tolol menemukan diri mereka tinggal di sebuah pulau yang tandus.
Para guru spiritual seringkali mengingatkan agar Anda memikirkan masa depan Anda di akhirat. Apakah Anda sudah membangun dan mempersiapkan diri untuk masa depan itu ataukah Anda begitu terpikat dengan berbagai nikmat dunia ini sehingga Anda lupa bahwa waktu yang Anda miliki di dunia ini benar-benar terbatas. Nabi Muhammad selalu menasihatkan, “Anda ada di dunia ini untuk mendapatkan Akhirat”
Referensi:
- Amin Syukur dan Fatimah Utsman, 2010, Seni Menata Hati, Lembkota, Semarang
- Robert Frager, 2012, Obrolan Sufi, Zaman, Jakarta
- Anthony De Mello, 1991, The Way to Love, Gramedia, Jakarta
- Kazuo Murakami, 1997, The Divine Message of the DNA, Mizan, Bandung
- Agus Mustofa, 2014, Al Qur’an Inspirasi Sains, Padma Press, Surabaya