- Kemurahan Hati yang Tulus
Kemurahan hati muncul dari rasa syukur yang berkelimpahan dalam spirit seseorang. Ukuran dari sifat pemurah yaitu pada ketanpapamrihan untuk memberikan sesuatu, baik material maupun immaterial kepada orang lain yang membutuhkan, serta pada nilai pengorbanan yang ada dalam pemberian tersebut.
Nabi Muhammad adalah seorang yang kaya baik sebelum atau sesudah menjadi Nabi. Sebelum menjadi Nabi kekayaannya diperoleh melalui perniagaan. Di usia 25 tahun pada saat melamar Khadijah, mas kawinnya 20 onta betina dan 1,25 kg emas dll (hampir senilai 1 M). Setelah menjadi Nabi kekayaannya terbagi menjadi tiga macam: Dalam bentuk fa’I (harta yang diperoleh tanpa melalui pertempuran), Ash Shafi (harta yang dipilih oleh Rosul sebagai ghonimah sebelum dibagikan), As Sahm (bagian diluar seperlima yang merupakan hak Rosul). Melalui kekayaannya tersebut Nabi mendermakan seluruhnya (100 % ) untuk orang-orang yang membutuhkan.
Ketika beliau kembali dari perang Hunain, beliau disodori uang dari hasil rampasan perang dengan jumlah yang sangat banyak. Beliau berkata, “Letakkan uang itu di masjid”, kemudian beliau sholat di masjid itu tanpa menoleh kepada uang tadi. Ketika beliau selesai sholat beliau duduk dekat uang itu dan memberikannya kepada setiap orang yang meminta. Kemudian beliau baru berdiri setelah uang itu habis. Shofwan bin Umayyah berkata,“Sungguh Rasululloh SAW telah memberiku pada hari peristiwa Hunain ini padahal dia adalah orang yang paling kubenci, dan dia terus memberiku hingga dia menjadi manusia yang paling kucintai”. Shofwan kemudian masuk Islam saat Rasulullah kembali dari perang Hunain.
Kemurahan hati Nabi juga pada hal-hal yang bersifat immaterial, Seperti keramahan beliau kepada setiap orang. Suatu ketika Jarir bin Abdullah Al Bajli datang berkunjung ke rumah Nabi, Nabi segera menyambutnya dengan penuh keramahan serta menggelar sorban yang dipakainya ke lantai dan mempersilahkan tamunya untuk duduk di atas sorban tersebut. Senyuman juga selalu mengembang dari wajah beliau. Senyum adalah bagian dari kemurahan hati, seperti sabda beliau:
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu terhadap wajah saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi).
Pada saat akhir hidupnya, Nabi berpesan kepada Aisyah agar segera menyedekahkan beberapa dinar emas yang disimpan pada istrinya itu. Sesaat kemudian beliau pingsan karena sakit keras yang dideritanya. ketika sadar beliau kembali menanyakan tentang dirhamnya apakah telah disedekahkan. Karena terlalu sibuk mengurus Nabi, Aisyah terlupa pada pesan tersebut, lalu Nabi berpesan, “tidak pantas bagi seorang Nabi masih membawa harta ketika hendak menghadap Tuhannya”, segera simpanan dirham tersebut disedekahkan oleh Aisyah.
- Tidak Cepat Menyimpulkan
Statistik menunjukkan bahwa diantara berbagai masalah, yang benar-benar merupakan masalah hanya 7 %, sisanya yang 93 % adalah masalah yang diciptakan oleh kecerdasan manusia itu sendiri. Kemampuan seseorang dalam mengendalikan pikiran untuk tidak segera stress dan bersedih karena sesuatu yang tidak sesuai dengan penilaian/harapan, menunjukkan tingginya kecerdasan spiritual dalam diri orang tersebut.
Nabi Muhammad selalu mengajarkan umatnya untuk selalu berpikir positif dalam menghadapi berbagai masalah. Beliau bersabda, didalam hadits Qudsi,
يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي ، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih)
”Aku ada Pada Prasangka HambaKu KepadaKu…”. Oleh karena itu jika menghadapi masalah janganlah mengatakan: “yaa Allah masalah saya besar”, tapi katakanlah: “Hei masalah! Allah Maha Besar…”.
Orang yang pikirannya didominasi oleh hal-hal yang negatif akan menyebabkan tumbuhnya sifat mudah meluapkan amarah dan suka menghakimi orang lain. Sebaliknya Nabi Muhammad SAW memberi teladan dari perilakunya yang tidak mudah marah. Ketika pasukan panah muslim meninggalkan pos-pos mereka pada waktu perang uhud, menyebabkan kondisi pertempuran berbalik dari kemenangan menjadi kekalahan di pihak muslim. Nabi Muhammad sebenarnya berhak untuk marah tetapi beliau tidak melampiaskan kemarahannya itu. Demikian juga ketika pasukan muslim dalam jumlah besar (12.000 pasukan) lari kocar kacir pada perang di lembah Hunain. Terhadap dua peristiwa ini dan peristiwa yang serupa, Nabi tetap menghadapinya dengan tenang. Ketenangan Nabi ini justru menginspirasi pasukannya untuk kembali bersatu dan berhasil memukul mundur musuh. Nabi bersabda, “Bukanlah orang yang kuat itu orang yang cepat serangannya, tetapi yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah” (HR.Bukhori)
- Pencarian Makna
Adanya misi dalam hidup menunjukkan kecerdasan spiritual. Misi memberikan komitmen dan kesungguhan, juga memberikan makna pada kehidupan. Pengalaman masa kecil Muhammad yang diasuh oleh Halimatus Sa’diyah di gurun sahara, serta pada saat menggembalakan kambing, memberikan kesempatan kepada beliau untuk merenungkan tentang alam dan kehidupan semenjak usia remaja. Kebiasaan beliau merenung dan berfikir ini menanamkan “misi hidup” pada diri Muhammad.
Pada saat usia 30 tahun, yaitu pada saat beliau telah mencapai posisi financial freedom(menurut istilah Robert Kiyosaki), Muhammad bersama istrinya, khadijah, telah berhasil menjadi investor yang sukses dengan kekayaan berlimpah di Makkah. Bagi pemuda-pemuda lainnya yang seusia dengan Muhammad, setelah meraih kemapanan ekonomi mereka menenggelamkan dirinya dalam perebutan untuk mencari pengaruh di masyarakat dan ke dalam praktik kehidupan jahiliah. Sebaliknya, Muhammad justru sering meninggalkan keramaian (uzlah) dengan bertahanuts/kontemplasi di gua Hira. Setelah usia beliau menginjak 37 tahun kegiatan bertahanuts ini menjadi semakin sering, dan pada usia kematangan beliau (40 tahun) beliau mendapat visi pencerahan, yakni melalui turunnya wahyu dari Allah SWT.