مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah tegas (asyidda’) terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. … (Al Fath : 29)
Ayat ini seringkali digunakan sebagai justifikasi untuk bersikap keras dan melampaui batas kepada non muslim. Padahal jika melihat pada sebab turun ayat (asbabun nuzul), Al Fath ayat 29 ini turun ketika peristiwa Hudaibiyah dimana waktu itu Rasul saw justru bersikap lunak dan berkompromi dengan orang kafir Quraisy yang sedang memerangi mereka. Ketika peristiwa penaklukan Makkah terjadi, Rasul saw juga bersikap lemah lembut kepada penduduk Makkah yang selama ini memusuhi dakwah Islam.
Dari segi bahasa, kata asyidda’ tidak selamanya diekspresikan dengan tindak kekerasan. Kata ini berbeda maknanya dengan al ‘unf (kekerasan fisik) atau al harb (perang). Kata asyidda’ dalam ayat ini lebih tepat dimaknai dengan tegas yang didasari rasionalitas, sebagai wujud keberanian dan keteguhan hati untuk melawan segala bentuk kezaliman. Kekuatan yang dimaksud bersifat moral, maka asyidda’ tidak memiliki konotasi untuk melawan secara serampangan dan emosional. Makna ini selaras dengan hadits:
« لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ »
“Bukanlah orang kuat (asy syadid) dengan (selalu menang dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi orang yang kuat (asy syadid) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah”. [HR. Muslim]
Kalau ayat tersebut difahami secara tekstual sebagai bersikap keras, maka konteksnya adalah kondisi perang atau penegakan sanksi hukum yang dibenarkan agama. Sebagaimana dalam ayat:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah… (An Nur : 2)
Pada surat AL Fath : 29, sikap tegas itu ditujukan pada al kuffar. kata al kuffar adalah bentuk plural dari ‘kafir’. Dalam Al Qur’an kata ini tidak selalu tertuju untuk non muslim, tetapi artinya bermacam-macam, terhimpun dalam makna: ”Siapa yang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan tujuan agama”. Bisa saja seorang muslim dinilai kufur bila dia melakukan kedurhakaan. Jadi sikap keras dan tegas tidak hanya diperuntukkan pada non muslim saja.
Penggunaan Kata Kafir dalam Al Quran
Kafara artinya menutup atau menyembunyikan. Tanda keesaan Allah terhampar di alam semesta dan pada diri manusia, tetapi akan tertutupi jika kita berbuat syirik (menyekutukan Tuhan). Orang yang tidak meyakini hari kiamat maka akan cenderung berpikir duniawi semata, ini menjadi penutup bagi pengenalannya pada Tuhan. Hal ini berdampak bisa terjerumus pada kekufuran selanjutnya yakni tidak bersyukur dan mudah berputus asa. Memperturutkan hawa nafsu dan ego juga menjadi tabir penutup bagi upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri yang pada gilirannya tidak bisa mengantarkan pengenalannya pada Sang Pencipta.
Kufur sebagaimana iman adalah merupakan konsep yang dinamis dan senantiasa mengalami fluktuasi, sehingga tidak tepat jika dijadikan sebagai pagar yang membatasi antara beriman dan tidak beriman, atau muslim dan non muslim. Dengan semua bentuk kekufuran ini umat islam harus bersikap tegas, baik kepada diri sendiri, sesama muslim ataupun non muslim. Kata kafir bisa diberlakukan kepada siapapun yang menutup hatinya, melakukan maksiyat, tidak mensyukuri nikmat, melakukan pembangkangan dan munafik.
Macam – macam Kekufuran
- Tidak mengakui wujud Allah (orang ateis dan komunis) atau menyekutukan Allah
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۖ
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam” (Al Maidah : 72)
- Mengetahui kebenaran tapi menolaknya karena dengki dan menginginkan agar orang-orang beriman menjadi kafir
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ
Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran... (Al Baqarah : 109)
- Menolak ayat-ayat Tuhan dan Propaganda penyesatan
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأَنْتُمْ تَشْهَدُونَ
Hai ahli kitab, Mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya). (Ali Imran : 70)
- Tidak Percaya Pada hari akhir
وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ وُقِفُوا عَلَىٰ رَبِّهِمْ ۚ قَالَ أَلَيْسَ هَٰذَا بِالْحَقِّ ۚ قَالُوا بَلَىٰ وَرَبِّنَا ۚ قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ
Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). berfirman Allah: “Bukankah (kebangkitan Ini benar?” mereka menjawab: “Sungguh benar, demi Tuhan kami”. berfirman Allah: “Karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari(nya)”. (Al An’am : 30)
- Tidak mensyukuri nikmat
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim : 7)
- Tidak mengerjakan tuntunan agama meski percaya
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
…apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (Al Baqarah : 85)
- Berputus asa dari rahmat Allah
وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
… jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf : 87)
- Orang yang berada di jalan kesesatan
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ ۖ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ ۖ لَا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَىٰ شَيْءٍ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang Telah mereka usahakan (di dunia). yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (Ibrahim : 18)
- Kezaliman dan tindak kejahatan
فَاخْتَلَفَ الْأَحْزَابُ مِنْ بَيْنِهِمْ ۖ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظِيمٍ ۞ أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا ۖ لَٰكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
- Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.
- Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada kami. tetapi orang-orang yang zalim pada hari Ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata. (Maryam)
10. Sikap angkuh dan kesombongan
بَلَىٰ قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِينَ
(bukan demikian) Sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan diri dan adalah kamu termasuk orang-orang yang kafir”. (Az Zumar : 59)
Referensi:
- M. Quraish Shihab, 2011, Tafsir Al Misbah : Pesan-Kesan-dan Keserasian Al Qur’an, cetakan IV, Lentera Hati, Ciputat-Tangerang
- Zuhairi Misrawi, 2017, Al Qur’an Kitab Toleransi : Tafsir Tematik Islam Rahmatan lil Alamiin, Pustaka OASIS, Jakarta
- Nadirsyah Hosen, 2017, Tafsir Al Qur’an di Medsos : Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci Pada Era Media Sosial, Bentang Pustaka, Yogyakarta
- M. Quraish Shihab, 2010, 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui, cetakan IX, Lentera Hati, Ciputat-Tangerang