Bagaimana cara dzikir usai shalat berjamaah di masjid atau mushalla di sekitar rumahmu? Apakah dilakukan bersama-sama dengan suara kencang dilakukan sendiri dengan suara lirih?
Mengencangkan suara dzikir atau melirihkannya usai shalat berjamaah sebenarnya terdapat perbedaan pendapat dari masing-masing ulama. Ada yang berpendapat bahwa dzikir sebaiknya dikencangkan karena merupakan perbuatan sunnah. Ada juga yang berpendapat agar dzikir dikecilkan karena mengencangkan suara dzikir usai shalat dinilai sebagai perbuatan bid’ah.
Ulama mengajurkan agar dzikir dikencangkan berdasarkan hadis Nabi Muhammad yang berbunyi sebagai berikut:
اِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ – رواه البخاري
”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir setelah para sahabat selesai melaku-kan salat wajib sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui yang demikian setelah mereka melakukan salat wajib dan saya mendengarnya” (HR. Bukhari)
Hadis lain menyebutkan bahwa Nabi Muhmmad sering mengencangkan dzikirnya usai shalat. Hadis tersebut diriwatakan oleh Muslim sebagai berkut:
كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ حِينَ يُسَلِّمُ « لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ». وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ
Ibnu Zubair membaca setiap selesai salat setelah salam berupa dzikir: “La ilaha illa Allah wahdahu la syarika lahu…” Ibnu Zubair berkata: “Rasulullah membaca dzikir tersebut dengan keras setiap selesai salat” (HR Muslim).
Sedangkan para ulama yang berpendapat bahwa mengencangkan suara dzikir usai shalat berjamaah, salaha satunya merujuk pada pendapat Imam Malik sebagaimana disebutkan dalam Fathul Bari Juz 2 halaman 325-326 sebagai berikut:
“Setelah menyebutkan perkataan Ath Thobari, Ibnu Hajar Al Asqolani menyebutkan perkataan Ibnu Battol yang mengatakan, “Hal ini tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf selain apa yang diceritakan dari Ibnu Habib dalam Al Wadhihah, yaitu mereka senang bertakbir saat peperangan setelah shalat Shubuh, ‘Isya’ dengan tiga kali takbir. Beliau berkata bahwa ini adalah perbuatan yang dilakukan di masa silam. Ibnu Battol dalam Al ‘Utaibah menyebutkan bahwa Imam Malik berkata, “Amalan tersebut muhdats (amalan bid’ah, direka-reka).”
Pendapat ini diperkuat dengan salah satu Hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori Muslim dari Hadis Abu Musa Al Asy’ari sebagai berikut:
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ »
“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Wahai sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli dan ghoib. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha berkah nama dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.” (HR. Bukhari).
Karena beberapa hadis yang berbeda tersebut, maka tidak semua umat Islam mau mengencangkan dzikir usai shalat berjamaah. Sebagian memilih berdzkir sendiri-sendiri usai shalat berjamaah dengan suara yang lirih.
Mengencangkan dzikir usai shalat merupakan satu bentuk kesunnahan karena didasarkan pada hadis Nabi Muhammad. Artinya, bahwa dzikir kencang pernah dilakukan oleh Nabi. Karena dilakukan oleh Nabi maka umat Islam yang melakukannya berarti ikut Nabi. Dan tidak bisa disangkal bahwa perbuatan yang mengikuti Nabi Muhammad merupakan perbuatan sunnah.
Empat Manfaat Mengencangkan Dzikir
Terlepas dari perbedaan pandangan, kita sebagai umat Islam juga harus melihat kenyataan dilapangan, khususnya zaman sekarang. Tidak semua orang tahu bacaan-bacaan dzikir setelah shalat. Maka mengencangkan dzikir akan lebih baik sebagai sarana pembelajaran bagi jamaah yang tidak tahu bacaan-bacaan dzikir yang dianjurkan usai shalat.
Dengan demikian, mengencangkan dzikir usai shalat berjamaah memiliki banyak manfaat. Diantaranya sebagai berikut:
Pertama, mendapatkan pahala karena Nabi Muhammad berdasarkan hadis, Nabi Muhammad juga melakukannya.
Kedua, Menjadi sarana pengajaran bagi umat Islam yang tidak hafal bacaan-bacaan dzikir yang dianjurkan setelah shalat.
Ketiga, Wujud kekompakan umat Islam dalam menyebut dan mengangungkan nama Allah. Dengan dzikir bersama dengan suara kencang akan terlihat bahwa semua jamaah melakukan dzikir setelah shalat.
Keempat, Dapat mencegah ngantuk. Terlebih di zaman sekarang, tidak sedikit umat Islam yang melakukan ibadah shalat disela-sela kerja berat yang melelahkan. Hal ini memungkinan mereka mengantuk usai shalat. Berdzikir bersama dengan suara keras akan mencegah ngantuk karena suasana masjid atau mushalla menjadi ramai dengan kalimat-kalimat dzikir kepada Allah.
Mari kencangkan dzikir agar Islam lebih hidup di tengah-tengah masyarakat.















