بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Melihat judul tersebut, bisa merujuk surat al-Kafirun yang sebagai jawabannya. Surat al-Kafirun diturunkan di Mekah dan merupakan surat yang ke 109 dengan 6 ayat, diturunakan sebagai jawaban atas ajakan tokoh-tokoh Quraisy yaitu Walid bin Mughirah, al-Aswad bin Abdul Mutalib, Umayah bin Khalaf serta punggawa Quraish yang lain kepada Nabi Muhammad SAW agar Rasul mau berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Mereka akan menyembah Tuhan yang disembah Nabi Muhammad SAW, dalam waktu yang lain, orang kafir Quraish meminta Rasul menyembah Tuhannya. Namun semua rayuan itu ditolak Rasul dengan konsekuensi Rasul dan para sahabat mendapatkan intimidasi bahkan ancaman dan pembunuhan. Tidak sedikit pun Rasul dan sahabat yang setia gentar akan semua semua ancaman yang dilakukannya.
Surat al-Kafirun ayat 1-3 menjelaskan dengan tegas tidak mungkin ada titik temu antara Rasul saw dan para pembesar Quraish, hal ini disebabkan kekufuran yang sudah melekat pada diri mereka sehingga tidak ada harapan sedikitpun , kemungkinan masa kini dan masa datang untuk bekerjasama. Orang kafir adalah orang yang tidak taat dan patuh terhadap Allah SWT atau menolak kebenaranNya dan tidak mau menyembah, beribadah kepada Allah SWT
Pada ayat 4-5 menyatakan kekuatan dan konsistensi Rasul dalam pengabdian kepada Allah SWT dalam artian tidak akan berubah dalam obyek penyembahan yang berdasar petunjuk Allah SWT sedangkan orang kafir menyembah Tuhan berdasarkan hawa nafsu belaka. Dalam surat al-Kafirun Rasul saw mengajarkan kepada umat Islam hendaknya mempunyai kepribadian yang teguh dan kuat serta tidak tergoyahkan oleh keadaan apapun yang menerpanya.
Manusia hidup di dunia mengalami dua tarikan yaitu Malaikat dan Iblis. Malaikat akan selalu mengajak kepada kebaikan konsisten dalam keimanan dan ketakwaan sedang setan mengajak kepada kekufuran pada Allah SWT dan Iblis tidak rela bila umat Nabi Muhammad SAW masuk surga maka di godalah manusia kedalam kemaksiatan dengan sekuat tenaga mereka hingga umat Rasul saw tersungkur masuk ke dalam Neraka. Dalam sisi yang lain, ketika hidup di dunia, Allah SWT sebagai sang Pencipta seluruh makhluk manusia memberi potensi untuk mengalahkan setan yang selalu menggoda manusia dengan selalu berdoa.
Surat al-Kafirun ayat 6 merupakan pengakuan aksitensi secara timbal balik yaitu untukmu agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus mengabaikan keyakinan masing-masing. Ibn Jarir At-Thabari menjelaskan mengenai ayat ke 6 yaitu “ Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya. Begitu pula kalian akan mati dalam diatas agama tersebut. Sedangkan untukku agama yang kuanut, aku tidak meninggalkan agamaku selamanya, karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu”. Dengan turunnya Surat al-Kafirun musnahlah harapan orang Kafir Quraish untuk merayu Nabi Muhammad saw agar mau ikut dalam menyembah berhala dan Allah secara bergantian, Rasul saw tetap kukuh terhadap agama Islam. Sekali lahir beragama Islam sampai matipun tetap beragama Islam itulah prinsip yang semestinya kita pegang, keluarga kita khususnya dan umat Islam pada umumnya
Akhir dari tulisan ini sebagai seorang muslim harus mempunyai prinsip Islam mengajarkan saling menghargai, menyayangi, saling bertoleransi dan menjaga keharmonisan dalam beragama karena di Indonesia banyak agama dengan tidak mengorbankan aqidah dan keimanan yang sudah dibangun sejak kecil, mencampuradukkan agama yang kita anut dengan agama lain. Namum dalam urusan muamalah (duniawi) kita boleh saling bekerjasama tapi dalam urusan aqidah, agama Bagimu agamu, bagiku agamaku