Salah satu istri Abdul Muthalib yang bernama Fathimah berasal dari suku Quraisy yang terhormat. Melaluinya lahirlah tiga dari sepuluh putra Abdul Muthalib, mereka adalah Zubayr, Abu Thalib dan Abdullah. Abdul Muthalib mencarikan istri yang cocok untuk Abdullah, putra kesayangannya. Pilihannya jatuh kepada Aminah binti Wahab, anak pemimpin Bani Zuhrah. Ketika Wahab, ayah Aminah wafat ia berada dalam asuhan Wuhaib, yang meneruskan jabatan sebagai pemimpin kabilah. Wuhaib sendiri memiliki anak perempuan dalam usia menikah yang bernama Halah. Abdul Muthalib melamar Aminah untuk dinikahkan dengan putranya dan Halah untuk dinikahinya sendiri. Kelak Aminah akan melahirkan Muhammad Rasulullah dan Halah melahirkan Hamzah Singa Allah. Hamzah adalah paman sekaligus saudara sesusuan Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi saw tengah duduk sendirian di luar masjid di dekat gerbang Shafa tempat orang memulai sa’i, Abu Jahal lewat di tempat itu. Ia menghampiri Nabi lalu mencaci-maki, merendahkan, dan melontarkan sumpah serapahnya. Nabi saw hanya menatapnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Setelah puas menumpahkan semua sampah pikirannya yang kotor, Abu Jahal melenggang ke Ka’bah bergabung bersama orang-orang Quraisy yang berkumpul di Hijir. Nabi dengan sedih bangkit berdiri dan pulang ke rumahnya.
Baru saja Nabi saw pergi, Hamzah muncul dari arah yang berlawanan sehabis pulang berburu, dengan panah menggantung di pundaknya. Sudah menjadi kebiasaannya seusai berburu sebelum menemui keluarganya ia melakukan penghormatan ke Rumah Suci. Melihat Hamzah mendekat, seorang wanita yang menyaksikan perlakuan Abu Jahal kepada Nabi bergegas menemuinya, “Abu Umarah!”, serunya kepada Hamzah. “Seandainya Engkau menyaksikan bagaimana Muhammad, putra saudaramu diperlakukan oleh Abul Hakam bin Hisyam!”. Ia pun menceritakan detail peristiwa yang terjadi sambil menunjuk ke arah Abu Jahal yang berada di dekat Ka’bah.
Hamzah bertabiat ramah dan mudah tersentuh. Ia paling pemberani di kalangan Quraisy, dan jika diganggu, ia akan sangat tegas dan paling ditakuti. Saat itu, Ia dan kebanyakan dari keluarga Nabi masih tetap dalam agama jahiliyah. Tapi kehormatannya kini diguncang oleh rasa marah yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia dengan cepat melangkah ke masjid dan langsung menemui Abu Jahal. Ia mendorong dan memukulkan busur panah ke kepala Abu Jahal sekuat-kuatnya. “Kini Aku memeluk agamanya dan mendakwahkan apa yang Ia dakwahkan!, Akankah Engkau menghinanya?, Jika berani ayo! bertarung sampai mati!”, tantangnya. Abu Jahal yang merasa bersalah karena perilakunya yang keterlaluan kepada Nabi segera beringsut, tidak mau meladeni Hamzah.
Sejak hari itu, Hamzah dengan penuh keyakinan mempertahankan keislamannya dan mengikuti semua ajaran Nabi. Perpindahannya ke Islam membuat kaum Quraisy kini semakin ragu untuk mengganggu Nabi secara terbuka, karena Hamzah pasti akan melindunginya. Ketika Nabi saw memerintahkan berhijrah Hamzah berangkat paling awal bersama Zayd bin Haritsah dengan meninggalkan istri mereka sementara waktu di Makkah. Setiba Nabi di Madinah, kedua tokoh sahabat itu dipersaudarakan dalam iman.
Ketika berkecamuk perang Badar pada tahun 2 H, Hamzah berdiri di barisan terdepan dengan hiasan bulu-bulu putih di dada yang menjadi ciri khasnya di medan perang. Sebelum dimulai pertempuran Hamzah, Ali dan Ubaidah bin Harits mewakili pasukan muslim berduel dengan jagoan kafir Quraisy. Al Walid, Syaibah dan Uthbah gugur di tangan Hamzah dan Ali. Banyak tokoh pemimpin kafir Qurasy yang tewas dihunus oleh pedangnya. Di akhir pertempuran 314 muslim berhasil mengalahkan 1000 pasukan kafir serta mendapatkan tawanan dan banyak harta rampasan.
Perang Uhud
Kekalahan memalukan di perang Badr membuat Quraisy Makkah terbakar amarah. Uthbah bin Rabi’ah, Syaibah, Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf dan banyak lagi tokoh-tokoh mereka yang terbunuh. Dibawah pimpinan Abu Sofyan mereka menggalang kekuatan untuk melakukan kampanye militer dengan misi balas dendam tahun depan. Setiap malam pesta ratapan diadakan untuk memompa semangat juang jahiliyah.
14 Syawal 3 H, Nabi saw bermusyawarah dengan para tokoh Muhajirin dan Anshar guna menyiapkan diri dalam menghadapi serbuan tiga ribu tentara Quraisy bersenjata lengkap. Mereka diperkuat dengan tujuh ratus pasukan bermantel baja ditambah dua ratus pasukan berkuda dan membawa tiga ribu unta. Nabi saw dan para tetua yang berpengalaman bermaksud menghadapi pasukan kafir itu di Madinah. Pertahanan di dalam kota diyakini akan efektif membendung serangan, mengingat bahwa penduduk Madinah jauh lebih mengenali jalan dan lorong kota dibandingkan para penyerang yang datang dari Makkah.
Tetapi para pemuda yang penuh semangat dan masih dalam euforia kemenangan perang Badar setahun sebelumnya mendesak Nabi saw untuk menyongsong serangan musuh di luar kota. Nabi saw sebenarnya kurang setuju, tapi usulan ini banyak mendapat dukungan termasuk dari tokoh Muhajirin, Hamzah bin Abdul Muthalib. Atas desakan mayoritas akhirnya disepakati untuk berperang secara terbuka di pegunungan Uhud.
Bersama seribu pasukan Rasul saw berangkat ke medan perang. Ketika telah tampak kekuatan musuh, sebagian tentara muslim yang lemah iman menjadi ciut nyali. Tokoh munafik, Abdullah bin Ubay memanfaatkan kesempatan ini untuk mempengaruhi tiga ratus pasukan agar kembali pulang ke Madinah (desersi). Dia berdalih, usulannya dahulu untuk bertahan di dalam kota lebih tepat daripada mati konyol, karena menghadapi kekuatan musuh yang tidak seimbang.
Abu Shofyan dan Ikrimah bin Abu Jahal memimpin dua sayap pasukan inti Quraisy. Khalid dengan pasukan berkudanya memposisikan diri di belakangnya, padahal biasanya pasukan berkuda berada di depan untuk mengobrak abrik pertahanan lawan. Strategi Quraisy ini bisa dibaca oleh Nabi, beliau mengantisipasinya dengan mengintruksikan enam puluh pasukan pemanan dibawah pimpinan Abdullah bin Jubair di atas bukit dengan tugas utama menghambat pergerakan pasukan berkuda musuh.
Hubaib bin al-Mundir memimpin pasukan Khazraj di sayap kanan, Zubair bin Awam di sayap kiri bersama pejuang Aus, dan Mush’ab bin Umair di tengah pasukan inti membawa panji Muhajirin. Perang Uhud pun berkecamuk, tujuh ratus pejuang muslim bertarung dengan gagah berani. Di barisan depan tampak Abu Dujanah dengan pedang pemberian Nabi mengamuk membunuh banyak musuh. Pemegang panji pasukan Quraisy ditebas oleh Hamzah dan tujuh pengawalnya dijatuhkan dengan cepat. Dominasi pasukan muslim pada bentrokan awal ini menyebabkan mental musuh jatuh, pasukan musyrikin terdesak ke belakang dan lari pontang-panting.
Kemenangan nyaris berada di tangan umat Islam. Namun, pasukan pemanah yang berjaga di atas gunung tergoda setelah melihat barang-barang berharga yang ditinggalkan musuh. Sebagian besar mereka meninggalkan pos untuk turut mengambil harta rampasan itu. Padahal Nabi telah memerintahkan agar mereka tidak meninggalkan pos, apa pun yang terjadi. Kelemahan ini segera dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid, seorang ahli strategi perang yang memimpin tentara berkuda kaum Musyrikin. Khalid menggerakkan pasukan kavalerinya mengitari bukit dan menyerang dari arah belakang (Selatan). Akibat serangan mendadak ini keadan menjadi berbalik, umat Islam mengalami kekalahan telak akibat pasukan berada dalam posisi terkepung dari arah depan dan belakang.
Dalam perang ini Hindun mengupah Wahsyi, seorang budak Etiopia yang ahli melempar tombak. Misi tunggalnya yaitu menghabisi Hamzah. Istri Abu Sofyan ini sangat dendam karena ayah dan saudaranya dibunuh oleh Hamzah dalam perang Badar. Ia menjanjikan kebebasan dan segepok emas kepada Wahsyi jika berhasil membunuh Hamzah. Ketika itu Hamzah tengah mengamuk dan membabat musuh-musuh di depannya. Wahsyi membidiknya lalu scepat kilat melemparkan tombak mengenai bawah perut hamzah tembus ke belakang. Hamzah berupaya mendekati Wahsyi, namun tenaganya tidak mampu lagi. Ia gugur sebagai syahid di tempat itu.
Nabi Muhammad sendiri mendapat luka-luka, beberapa giginya tanggal akibat lemparan lembing yang mengenai wajah dan menembus helm besinya. Para Sahabat yang menjadi perisai hidup Nabi banyak yang gugur, sekujur tubuh mereka penuh dengan anak panah. Satu demi satu Sahabat berjatuhan, termasuk Mush’ab bin Umair yang dihantam banyak pukulan pedang karena dikira Nabi Muhammad. Ketika kondisi kacau balau tersiar kabar bahwa Rasulullah terbunuh, pasukan muslim menjadi panik dan kebingungan, mereka lari menyelamatkan diri naik ke atas bukit Uhud.
Setelah perang usai, kaum Musyrikin merasa puas dengan kemenangannya dan kembali ke Makkah. Mereka meninggalkan jenazah pasukan muslim yang dirusak dan dimutilasi, termasuk jenazah Hamzah. Suatu tindak biadab yang bahkan tidak pernah dikenal oleh tradisi jahiliyah. Nabi kemudian memerintahkan agar para syuhada yang kondisinya mengenaskan itu dikuburkan di tempat mereka gugur, sehingga ada satu liang kubur berisi beberapa jenazah. Sebelum dimakamkan di Uhud, mereka dishalatkan satu demi satu. Setiap kali shalat jenazah dilakukan Hamzah turut dishalatkan pula, sehingga paman kesayangan Nabi dan panglima para syuhada itu dishalatkan sebanyak tujuh puluh kali.
Setiap tahun Nabi selalu meziarahi syuhada Uhud. Tujuh puluh Sahabat yang dimakamkan di bukit ini antara lain: Hamzah bin Abdul Muthalib, Mush’ab bin Umair, Abdullah bin Amr, Amr bin Al-Jumuh, Sa’ad bin ar-Rabi, Kharijah bin Zaid, An-Nu’man bin Malik, Abduh bin Al Hashas dan para syuhada lainnya. Ketika sampai di makam para syuhada Uhud Nabi mengucapkan:
السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار
Keselamatan atas kalian semua, sebab kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat sesudahan itu.