لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al Mumtahanah : 8)
Surat Al Mumtahanah ayat 8 ini diturunkan ketika Qutailah, ibunda dari Asma’ binti Abu Bakar yang masih musyriq (menyembah berhala) mengunjungi putrinya di Madinah. Asma bergegas menemui Rasul SAW dan berkata :”Bolehkah saya menjalin hubungan dengan ibu saya?”. Nabi menjawab:”Ya, jalinlah hubungan baik dengannya” (HR. Bukhori-Muslim).
Ayat ini ditujukan untuk menjalin hubungan baik dengan musyriq Quraisy, yang tidak memusuhi umat Islam. Ahlul Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani memiliki posisi yang lebih khusus, karena memiliki hubungan kekerabatan dalam spiritual (agama samawi). Apalagi Ahlul Kitab yang tinggal bersama dalam wilayah negara yang damai seperti Indonesia maka berlaku persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah wathoniyah).
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al Baqarah : 136)
Redaksi Al Mumtahanah ayat 8 ini menggunakan لَا يَنْهَاكُمُ (Allah tidak melarang kamu), dengan maksud untuk menghilangkan keragu-raguan Asma’ binti Abu Bakar dan umat islam umumnya ketika hendak menjalin hubungan yang harmonis dengan non muslim. Gaya ungkapan ini dimaksudkan untuk menghapus persepsi yang pernah tertanam-dan masih saja ada- dalam benak bahwa orang yang berbeda agama tidak berhak atas kebaikan, keadilan, cinta kasih dan perlakuan baik lainnya. Bahwa hal itu diperbolehkan dan justru sangat dianjurkan sebagai bagian dari akhlaq yang mulia.
Kata kunci selanjutnya adalah أَنْ تَبَرُّوهُمْ (untuk berbuat baik). Al Birr merupakan kata yang mengandung segala makna kebaikan yang dilakukan dengan penuh ketulusan. Kata ini digunakan kaum muslimin untuk mengungkapkan kewajiban manusiawi tertinggi yang harus ditegakkan. Seperti ketika Allah memerintahkan berbakti kepada orang tua maka digunakan redaksi kata yang sama yaitu birrul walidain.
Selanjutnya adalah وَتُقْسِطُوا terambil dari kata qisth yang berarti adil. Perintah bersikap adil kepada non muslim ini dirangkai dengan ilaihim sebagai isyarat bahwa keadilan itu hendaknya diantar hingga sampai kepada mereka tanpa harus menunggu diminta terlebih dahulu. Penyebutan perintah berbuat baik (Al Birr) yang didahulukan daripada keadilan (Al Qisth) terkandung maksud bahwa kebaikan yang sempurna dan penuh ketulusan harus lebih diprioritaskan.
Hubungan Harmonis Dengan Ahlul Kitab
Relasi harmonis dengan umat beragama lain khususnya Yahudi dan Nasrani bisa dijalin dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut:
- Berdiskusi dengan cara yang baik
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ ۖ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: “Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri”.(Al Ankabut : 46)
Delegasi Kristen dari Najran datang menemui Rasul SAW di Madinah, mereka terdiri dari 14 orang pendeta dengan tujuan mengenal Islam lebih dekat, mendiskusikan dan membandingkannya dengan agama Nasrani yang mereka anut. Karena di Madinah tidak ada gereja maka Nabi mengijinkan para pendeta itu melaksanakan kebaktian di dalam masjid dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis. Diskusi pun terjadi secara panjang lebar dan nabi mengajak mereka untuk memeluk agama Islam. Ajakan nabi itu tidak diterima tapi mereka bersepakat untuk bersama menyembah Allah dan berada dalam perindungan Muhammad. Jadi dialog antara umat beragama dibenarkan oleh Islam, baik melalui pengamalan nabi SAW maupun melalui pernyataan tegas Al Qur’an, antara lain (QS. An Nahl : 125 dan QS. Saba’ : 27)
- Sembelihannya halal dan wanitanya boleh dinikahi
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (Al Maidah : 5)
*Untuk madzhab Syafii tidak diperbolehkan kawin campur antar agama
- Meminta pertolongan dan Kerjasama
- Abdullah bin Uraiqith yang memandu Nabi dan Abu Bakar Hijrah dari Makkah ke Madinah adalah seorang musyriq.
- Umat Yahudi tutut berpartisipasi dalam membela Madinah dalam perang Uhud dan Khandaq.
- Shafwan bin Umayyah, tokoh Quraisy yang masih belum masuk Islam ikut bergabung dalam perang Hunain dan meminjamkan peralatan perang.
- Ada sekitar 80 musyriq Makkah yang ikut bersama Nabi dalam ekspedisi Hunain
- Dalam perang Hunain Nabi meminjam 3 ribu tombak dari Naufal bin Harits dan 100 perisai dan 30 onta dari Shafwan bin Umayah, mereka berdua waktu itu belum menjadi muslim
- Saling memberi hadiah
- Nabi saw mendapatkan hadiah dari Muqauqis, Raja Mesir yang beragama Nasrani. Hadiah-hadiah itu diterima dengan baik oleh Nabi saw. Bahkan salah satu dayang Mesir hadiah dari Muqauqis, yang bernama Maria al Qibty dijadikan oleh Nabi saw sebagai istri, dalam rangka menjalin ikatan yang lebih erat dengan Muqauqis.
- Nabi mengirimkan berbagai hadiah seperti baju dan pakaian dari sutera untuk raja Negus (Najasyi) dari Ethiopia (Habasyah) yang beragama Kristen. Sebelumnya Negus pernah memberikan suaka politik bagi muslim yang berhijrah ke negerinya karena penindasan yang dialami di Makkah. Pada 627 M Beliau menjadi wakil Nabi saw untuk menyampaikan lamaran kepada Ramlah (Ummu Habibah), salah satu pengungsi Makkah yang berada di Habasyah. Negus memberikan tambahan hadiah sebagai mas kawin atas nama Nabi saw berupa uang 4000 dirham, kayu gaharu, parfum dan lainnya. Pesta pernikahan simbolik itu diselenggarakan dengan meriah di istananya di Habasyah. Ketika Negus wafat, Nabi saw melaksanakan shalat ghaib sebagai penghormatan untuk sahabatnya itu.
- Nabi saw berdiri memberikan penghormatan kepada jenazah Yahudi yang akan dikebumikan dan kebetulan lewat di hadapan Nabi saw dan para Sahabat. Ini merupakan wujud penghormatan atas dasar kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh sekat perbedaan agama dan keyakinan.
- Pujian Al Qur’an untuk orang Nasrani
Umat Nasrani (Kristen) memiliki tempat yang lebih istimewa dalam persaudaraan kemanusiaan (Ukhuwah Basyariah) ini. Pujian khusus diberikan Al Qur’an kepada orang-orang nasrani yang memiliki kerendahan hati, moralitas tinggi dan penuh cinta kasih:
وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
…dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami Ini orang Nasrani”. yang demikian itu disebabkan Karena di antara mereka itu (orang2 Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) Karena Sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (Al Maidah : 82).
Referensi:
- M. Quraish Shihab, 2011, Tafsir Al Misbah : Pesan-Kesan-dan Keserasian Al Qur’an, cetakan IV, Lentera Hati, Ciputat-Tangerang
- M. Quraish Shihab, 2011, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. Dalam Sorotan Al Qur’an dan Hadits-Hadits Shahih, Lentera Hati, Ciputat-Tangerang
- Yusuf Qardhawi, 2003, Halal Haram dalam Islam, Trj. Wahid Ahmadi, Era Intermedia, Surakarta
- Zuhairi Misrawi, 2017, Al Qur’an Kitab Toleransi : Tafsir Tematik Islam Rahmatan lil Alamiin, Pustaka OASIS, Jakarta