Semakin berkembangnya zaman, semakin pula wanita berperan bukan? Lalu bagaimana menurut pandangan Islam?
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم (سورة النساء: 34)
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” QS. An-Nisaa’: 34
Ayat diatas menjadi salah satu fatwa penguat pendapat para ulama tradisional tentang perempuan dan politik. Dampak dari implementasi pendapat tersebut terdapat pada hilangnya hak politik bagi perempuan dan juga hilangnya kesempatan perempuan dalam berpartisipasi dalam mengurus masalah kenegaraan. Melalui ayat tersebut para ulama (yang didominasi laki-laki) secara sepihak menutup kesempatan kepada wanita dengan mengeluarkan fatwa “haram” atas hal itu. “Dalam ajaran Islam, laki-laki dan perempuan memiliki posisinya masing-masing, sesuai dengan fitrahnya. Selama antara laki-laki dan perempuan tetap menjaga fitrahnya”. Sehingga pada keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam menjalani kehidupan baik dalam bidang pendidikan, sosial-kemasyarakatan, politik, seni, dan sebagainya.
Saat ini perspektif tersebut semakin berkembang arti dan makna di zaman yang semakin berkembang dan berdasarkan ideology yang dianut oleh suatu wilayah. Melansir pada buku Al-Qur’an dan Perempuan oleh Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Gerakan emansipasi wanita dalam sejarah manusia sebenarnya telah dipelopori dengan risalah yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Islam datang untuk menghilangkan budaya Jahiliyah yang berlaku pada masa tersebut, seperti mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan yang dilahirkan. Islam sebagai agama yang rahmatan lilalamin telah mengajarkan pada umatnya untuk saling mengenal (bersilaturahmi) dengan sesamanya baik menjalin hubungan dengan sesama muslim maupun non muslim. Hubungan yang terjalin tersebut baik antara laki-laki dan perempuan pun juga perlu dijalin.
***
Kesetaraan gender yang dimaksud ialah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta haknya sebagai manusia agar mampu untuk berperan dalam berpartisipasi kegiatan politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Bentuk terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender tersebut ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dengan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosial-masyarakat. Di Indonesia pada tahun 1999 di bawah pemerintahan Presiden B.J. Habibie, ratifikasi Optional Protocol of the Women Convention menjadi titik awal dari program pemberdayaan perempuan melalui pengarusutamaan gender.
Bahkan pada tahun 2001, kita memiliki presiden dari kalangan perempuan untuk yang pertama kali, ini adalah fenomena yang cukup luar biasa, Indonesia sebagai negara dengan pemeluk Islam terbanyak, memiliki seorang presiden dari kalangan perempuan. Dalam catatan sejarah hampir semua ormas dan partai Islam sepakat menyetujui Megawati sebagai presiden ke-5 RI. Tetapi, bagaimanakah pandangan Islam kontemporer tentang perempuan dalam sektor politik?
***
Berdasarkan sejarah Islam Nabi Muhammad sendiri menjadikan Khadijah sebagai teman diskusi dalam urusan keagamaan dan juga sosial. Siti Fatimah dalam sejarah adalah tokoh yang paling berani memperotes masalah pembaiatan Abu Bakar di Tsaqifah Bani Sa’idah yang tidak melibatkan partisipasi ahlul waris nabi, perdebatan ini membuat Abu Bakar menangis memohon maaf kepada Siti Fatimah. Begitu juga Aisyah yang menjadi pemimpin oposisi di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pasca perselisihan itu, Imam Ali tetap menghormati keputusan Aisyah dan memuliakannya.
Partisipasi perempuan ke dalam sektor publik sangatlah penting. Representasi perempuan dalam politik berguna untuk menekan perbedaan sehingga perempuan dapat mewakili kelompoknya karena beberapa kelompok membutuhkan hak dan jaminan yang berbeda dari yang lain untuk mencapai kesetaraan yang sama. Partisipasi perempuan dalam politik dapat meningkatkan standar kehidupan yang lebih tinggi di dalam suatu negara, produktivitas ekonomi, perkembangan positif yang dapat dilihat dari aspek pendidikan, pembangunan infrastruktur, aspek kesehatan, serta langkah-langkah konkret yang diambil untuk mewujudkan demokrasi.