- Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan belajar dan penciptaan. Seseorang yang cerdas intelektual mampu belajar dengan cepat dan mampu menciptakan sesuatu.
Daya ingat memori otak Muhammad sangat luar biasa. Hal ini sangatlah dibutuhkan ada pada diri seseorang yang akan mengemban misi kenabian. Beliau mendapatkan wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur dan harus menghafalkannya dengan baik untuk disampaikan kepada umat manusia. Untuk melaksanakan tugas ini tentu dibutuhkan seseorang manusia yang memiliki kapasitas intelegensia yang tinggi.
Ada beberapa riwayat yang menyatakan betapa luas wawasan nabi tentang daerah-daerah yang pernah dikunjungi pada saat beliau berdagang, ini menunjukkan kecerdasan beliau dan kekuatan memori otaknya. Dalam satu riwayat Imam Ahmad diceritakan bahwa beliau pernah menerima utusan salah satu kabilah dari Bahrain. Kemudian Muhammad SAW bertanya kepada Al-Ashajj (pemimpin kabilah) tentang berbagai hal dan orang-orang yang terkemuka serta kota-kota perdagangan di Bahrain. Pemimpin kabilah tersebut sangat terkejut atas luasnya wawasan geografis dan sentra-sentra komersial Muhammad SAW. Al Ashaj kemudian berkata,”sungguh, Anda lebih tahu tentang negeri saya daripada saya sendiri. Anda juga lebih banyak mengenal kota-kota di negeri saya daripada yang saya ketahui”.
Prof.Ramakhrisna, seorang ahli filsafat di India memberi komentar tentang kecerdasan Nabi: “…Ia tidak belajar ilmu filsafat di sekolah Athena atau Roma, Persia, China, dan India. Tetapi beliau dapat memproklamirkan kebenaran yang tertinggi dari nilai abadi kepada umat manusia. Dirinya buta aksara tetapi beliau dapat berbicara dengan kefasihan lidah dan kegairahan untuk menggerakkan manusia menangis dalam kegembiraan. William Hocking menggambarkan Muhammad: ”Muhammad distrusted wide generalities, his genius lay in a union of thought and action; his kingdom also of this world; he was seer and prophet, but he was also legislator and magistrate”
- Kekuatan otak kiri, otak kanan, dan otak bawah sadar
Otak kiri memberikan kemampuan seseorang untuk berpikir logis dan terstruktur, sedangkan otak kanan melengkapinya dengan cara berpikir acak, holistik, dan kreatif. Selain potensi otak kiri dan otak kanan, maka pikiran bawah sadar juga menjadi salah satu faktor penentu kecerdasan intelegensia. Pikiran bawah sadar memiliki potensi 88 % kecerdasan intelegensia manusia. Pikiran bawah sadar yang mencerminkan kecerdasan intelektual ini seringkali muncul dalam bentuk inspirasi lewat mimpi. Rene Descrates,Niels Bohr,James Watt, Kekule, dan ilmuwan-ilmuwan lain menemukan teori-teorinya melalui mimpi.
Banyak sekali mimpi-mimpi Nabi yang menunjukkan pencapaian visi-visinya akan masa depan, hal ini selain karena faktor wahyu juga menunjukkan ketinggian intelektual beliau. Suatu malam, menjelang Fajar, setelah peperangan Ahzab, Nabi bermimpi: dengan kepala tercukur, beliau memasuki Ka’bah, dan kuncinya berada di genggamannya. Mimpi ini kemudian beliau ceritakan kepada para sahabatnya, bahwa tidak lama lagi Makkah akan segera dibukakan oleh Allah untuk kaum muslimin.
Bahkan jangkauan penglihatan Nabi seringkali terjadi pada saat beliau dalam kondisi sadar. Seperti pada saat penggalian parit di Madinah, Salman yang menyaksikan tiga kilatan cahaya api pada saat Nabi tengah memukul batu dengan pangkurnya lantas mendapatkan penjelasan dari Nabi, ”Perhatikan cahaya-cahaya itu,hai Salman? Dengan cahaya pertama, aku dapat menyaksikan kastil-kastil di Yaman, dengan cahaya yang kedua, aku dapat menyaksikan kastil-kastil di Syria, dengan cahaya yang ketiga aku menyaksikan istana Kisra di Madain. Melalui yang pertama, Allah membukakan pintu bagiku menuju Yaman, melalui yang kedua, menuju Syria dan dunia Barat, dan melalui yang ketiga, kearah Persia dan dunia belahan Timur”. Ketiga Visi Nabi ini terwujud sepuluh tahun kemudian, pada masa Khalifah Umar Bin Khattab.
- Mendorong umatnya untuk menjadi “Pembelajar”
Nabi selalu mendorong umatnya agar menjadi umat pembelajar sepanjang hayat melalui sabdanya: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat”. Mengenai keutamaan belajar Allah berfirman dalam Q.S. Al Mujadalah 11: ”Niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”. Tentang hal ini, Nabi SAW bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah: “Kepergianmu untuk mempelajari satu pembahasan saja dari ilmu, lebih utama daripada engkau sholat seratus rakaat”.
Untuk meraih ilmu dalam rangka meningkatkan kecerdasan intelektual dibutuhkan upaya yang disiplin, kerja keras, dan sungguh-sungguh, seperti disabdakan oleh beliau: Innamal ‘ilmu bi ta’allum (HR. Al Khatib). Dalam sebuah syair diungkapkan: Tolabal ‘ulumi bighoiri jiddin kamukidis siroji bila duhuunin. Untuk meneladani sifat Fathonah Nabi dalam rangka menjadi umat pembelajar diperlukan: 1). Kemauan yang tinggi dan Niat yang Mulia 2). Berupaya keras dalam meraih Cita-cita 3). Menjadikan figur tokoh/ilmuwan sebagai sumber inspirasi
Adapun faktor-faktor yang dapat membangkitkan kemauan, dan metode-metode yang dapat membantu seseorang untuk menjadi generasi pembelajar, sebagai berikut:
- Adanya perhatian terhadap bakat, peranan orangtua dalam pendidikan, dan tumbuh dalam lingkungan yang positif dan mendukung pencapaian cita-cita.
- Adanya penghargaan kepada orang-orang yang memiliki kecerdasan dan orang-orang yang berbakat, serta adanya para pendidik yang mumpuni yang dapat memberikan bimbingan dan pengajaran yang benar.
- Adanya tradisi bermusyawarah/diskusi, bersikap seimbang (tawazun), dan menerima kritik yang konstruktif serta nasehat yang terarah
- Menjauhi kemewahan & kenikmatan, niat yang baik, ikhlas beramal, dan kemuliaan jiwa
- Memperluas cakrawala dan memperbaiki pergaulan dengan berteman dengan orang-orang yang berkemauan tinggi
- Sikap tawadhu’ dan senantiasa bersikap adil/obyektif
- Pendek angan, hidup optimal disaat kini
- Mempelajari biografi Nabi dan para ilmuwan
- Optimis dan bertanggungjawab.
- Mengembangkan sikap sabar dan ulet, giat dan tekun
- Memanfaatkan waktu dan sigap menangkap peluang yang baik Mengatasi dan mengantisipasi berbagai faktor yang dapat memperlemah kemauan untuk menuntut ilmu seperti sifat malas, asmara, suka mengeluh, sikap suka menunda-nunda, putus asa, dan penyakit-penyakit hati lainnya.