Bagaimana perasaan kita jika dalam satu kesempatan ketahuan berbohong? Jawabannya hanya satu, malu. Kalau kita berbohong kepada seorang teman, kita akan merasa malu kepadanya. Dan mungkin kita tidak ingin melihatnya lagi karena mereka sudah tahu keburukan kita. Tetapi coba bayangkan, seumpama kita ketahuan berbohong kepada banyak orang, teman sekelas, semua orang di sekolah atau kepada orang-orang di sekitar kita?
Bagi orang yang berpikiran pendek mungkin akan memilih mengakhir hidup karena lingkungan sekitar kita sudah tahu aib kita. Bagi sebagian yang lain mungkin akan memilih pergi entah kemana. Yang penting tidak bertemu dengan orang-orang yang sudah mengetahui aib kita. Sebutlah kita berbuat mesum dengan pacara kita lalu ketahuan orang lain. Apa yang kita lakukan tersebar kepada orang-orang disekitar kita, lalu kita dibully habis-habisan. Betapa malunya kita. Mau ditaruh dimana muka kita.
Kita harus bersyukur karena sampai sekarang Allah menyembunyikan aib yang kita lakukan sehari-hari. Betapa baiknya Allah meskpun kita berbuat salah, kita tidak langsung mendapat hukuman. Kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertaubat kepadanya. Tetapi yang perlu kita ingat bahwa Allah tidak akan selalu memperlakukan kita demikian. Sekali-kali Allah akan membuka aib kita agar kita bisa mengambil pelajaran. Contohnya mungkin saudara, teman, tetangga, atau bahkan kita sendiri. Kita merasa sangat malu karena aib kita dan kebohongan kita diketahui orang lain.
Mumpung Allah belum membuka aib kita, mulai sekarang kita harus belajar pada pengalaman orang lain di sekitar kita. Kuncinya adalah kejujuran. Kejujuran harganya sangat mahal. Memang berat dilakukan, tetapi bukan tidak mungkin kalau kita mencobanya. Caranya, kita mulai dari hal-hal yang sederhana. Kita mulai jujur kepada diri sendiri. Kalau kita sudah belajar jujur kepada diri sendiri niscaya kita akan jujur kepada orang lain.
Mengapa? karena kebohongan adalah aib. Dan kita tentu tidak mau jika aib kita diketahui orang lain. Karena tidak ada manusia yang ingin dianggap buruk atau pembohong. Manusia secara alamiah ingin selalu dipuji dan mendapat predikat baik dari orang lain. Karena kebaikan orang lain kepada kita, akan terasa sangat menyenangkan.
Mengapa kita harus berlaku jujur telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud RA:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud RA, berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).”
Hadits di atas setidaknya mengandung bebeberapa pengertian. Pertama, jujur merupakan perbuatan baik. Orang yang jujur akan membawa kebaikan. Orang yang membawa kebaikan akan menjadi kendaraan seseorang menuju surga. Kita semua ingin ke surga bukan?
Kedua, orang yang jujur akan dicatat sebagai orang yang jujur. Ini artinya Allah tidak salah mengangkat derajat kita. Allah selalu konsisten dengan janjinya. Kalau kita berbuat baik maka akan dibalas dengan kebaikan. Bahkan Allah sangat pemurah karena kebaikan yang kita lakukan akan dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Ketiga, larangan untuk berbuat bohong karena kebohongan akan melahirkan keburukan. Jika kebaikan akan mengantar manusia ke surga, maka kebohongan sebaliknya, akan mengantarkan kita kepada nerakanya. Kita tentu tidak mau dimaksukkan ke dalam neraka Allah yang sangat panas itu. Coba saja, kita bakar jari kita dengan korek api, pasti rasanya sangat panas. Itu belum seberapa jika dibanding dengan neraka Allah.
Kejujuran adalah tanda keimanan seorang muslim. Sebaliknya orang yang suka berbohong tanda bahwa dia tidak beriman kepada Allah, atau setidaknya imannya masih sangat tipis.
Hal ini diyatakan langsung oleh Allah SWT dalam Alquran Surat An-Nahl Ayat 105, Allah berfirman:
إِنَّمَا يَفۡتَرِي ٱلۡكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰذِبُونَ
Artinya: Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta (Q.S. An-Nahl: 105)
Siapa yang mau dicap sebagai pendusta? Kita mungkin tidak terima jika ada tetangga atau teman kita yang menganggap kita pembohong. Apalagi Allah, tuhan yang punya kuasa atas diri kita, telah menganggap kita sebagai pembohong, betapa tidak berartinya kita.
Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk mulai belajar jujur. Sebelum Allah membuka aib kita, sebelum orang-orang menganggap kita sebagai pembohong, sebelum kita meninggal dunia lalu mendapatkan siksa yang sangat pedih.
Belajar jujur harus dimulai dengan jujur kepada diri sendiri. Kalau kita sudah jujur kepada diri sendiri, secara otomatis kita akan jujur kepada orang lain. Karena kepada diri sendiri kita merasa malu bila berbohong, apalagi kepada orang lain.
Beberapa kebiasaan untuk menumbuhkan sikap jujur diantaranya, pertama, kita harus sadar tentang pilihan yang dihadapkan kepada kita lalu kita memilihnya berdasarkan keputusan hati nurani. Kita tahu nurani tidak akan pernah berbohong. Nurani akan selalu tahu, yang mana yang baik dan yang buruk.
Kedua, berani mengungkapkan apa yang sebenarnya, bukan hanya apa yang kita rasakan. Ini penting. Kadang kita kita berani mengungkapkan kebenaran karena kita merasa takut. Kita takut dicemooh orang lain karena saat itu kita menjadi minoritas.
Ketiga, membiasakan rasa malu bukan karena bersalah, tapi malu karena tidak mengakuinya. Yang terjadi pada kita justru kadang-kadang terbalik. Kita malu untuk mengakui kesalahan. Kita merasa takut tidak dihargai. Padahal kalau kita perhatikan dengan betul-betul, justru orang disekitar kita akan merasa segan dan hormat kalau kita berani mengakui kesalahan diri sendiri. Sebaliknya, kalau kita sudah ketahuai bersalah tapi tidak mengakuinya, orang lain akan merasa jengkel karena sikap kita terlalu egois.
Keempat, kita harus menyadari bahwa ada konsekuensi dari setiap kebohongan. Yang terjadi kadang-kadang kita berpikir pendek dengan befokus kepada keinginan yang sesuai nafasu kita. Kita lantas melakukan sesuka hati memuaskan nafsu itu. Kita lupa bahwa setiap kebohongan akan selalu berdampak buruk bagi kita. Dan kita baru menyadarinya setelah kita mendapat konsekuensi buruk dari kebohongan itu.
Sebutlah para politikus yang tertangkap dan dipenjara puluhan tahun karena kasus korupsi. Ketika mereka mengambil uang, mungkin yang mereka bayangkan hanya kenikmatan saat memiliki uang tersebut. Dan mereka baru sadar kalau apa yang mereka lakukan salah setelah mereka tertangkap dan dipenjara.
Kelima, belajar mengakui kesalahan pada diri sendiri. Selain mengakui salah kepada orang lain, kita juga harus berani mengaku salah kepada diri sendiri. Dengan mengakui kesalahan kepada diri sendiri, kita akan belajar untuk tidak melakukan hal yang sama lagi.
Keenam, tidak membenarkan diri termasuk dalam hati. Ini sangat mendasar karena hati dalam sumber segala tindakan. Dan kita tahu bahwa hati tidak akan pernah berbohong. Kalau kita selalu mengikuti kata hati nurani, kita kemungkinan besar telah menjadi orang yang selalu menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Terakhir adalah menjadi hal-hal di atas sebagai kebiasaan sehari-hari. Mungkin akan terasa sulit, apalagi bagi kita yang setiap hari selalu tidak jujur kepada diri sendiri. Tetapi dengan belajar dan mencobanya kita perlahan-lahan akan tahu betapa penting dan bermanfaatnya, bagi diri dan orang lain.
Mari belajar jujur mulai dari diri sendiri.