Indonesia berdiri bukan berdasar pada suatu agama tertentu, bukan berdasar pada suatu golongan tertentu atau suku tertentu. Indonesia adalah negara yang berdiri atas dasar mufakat “semua buat semua”. Soekarno menyatakan bahwa dasar Indonesia adalah weltanschuung kita bersama. Dasar negara Indonesia yang selanjutnya disebut Pancasila menempatkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama. Hal ini berarti bahwa komunitas bangsa Indonesia adalah komunitas yang mengakui akan Maha Pencipta yang telah menciptakan bumi dan manusia Indonesia. Pengakuan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menuju kepada perwujudan hidup manusia sesuai dengan perintah-Nya. UUD 1945 pun menjamin adanya kebebasan untuk beragama. Hal ini semakin memperlihatkan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia memang tidak didasarkan kepada satu agama tertentu akan tetapi mengakui terhadap prinsip-prinsip keagamaan.
Pilihan Indonesia sebagai negara-bangsa dengan sistem demokrasi yang bersemboyan kepada Bhineka Tunggal Ika adalah pilihan tepat dan bijak, melihat kemajemukan etnis, budaya, suku, bahasa dan agama di bumi Nusantara. Oleh karena itu, menjaga dan memperjuangkan cita-citanya adalah keharusan bagi seluruh bangsa Indonesia. Tidak pandang latar belakang agama, suku, dan bahasa, mereka memiliki kewajiban yang sama terhadap NKRI.
Di era reformasi ini, muncul kembali gagasan bahwa Islam tidak bisa di include dan tidak ada hubungannya dengan nasionalisme. Implikasi dari gagasan tersebut adalah keharusan berdirinya khilafah Islamiyah. Hal ini bertolak belakang dengan konsep negara-bangsa Indonesia. Jika membaca sejarah dialog Islam dan nasionalisme Indonesia, sebenarnya sudah berlangsung lama sejak sebelum Indonesia merdeka. Diskusi serius yang dilakukan oleh para pendiri bangsa. Dan kesadaran kebangsaan yang dimiliki para pendiri bangsa Indonesia tercinta, mengantarkan kepada kita sebuah negara-bangsa dari semua untuk semua, bukan untuk satu agama tertentu, bukan untuk suku tertentu, atau ras tertentu.
Mereka sadar bahwa di dalam Pancasila sebagai dasar negara tidak ada prinsip yang bertentangan dengan ajaran agama. Justru prinsip-prinsip dalam Pancasila merefleksikan pesan-pesan utama semua agama, yang dalam ajaran Islam dikenal sebagai maqashid al-syariah, yaitu kemaslahatan umum. Dengan kesadaran yang demikian, mereka menolak pendirian atau formalisasi agama dan menekankan substansinya. Mereka memposisikan negara sebagai institusi yang mengakui keragaman, mengayomi semua kepentingan, dan melindungi segenap keyakinan, budaya, dan tradisi bangsa Indonesia. Dengan cara demikian menurut Abdurrahman Wahid, mereka telah menghadirkan agama melalui Pancasila sebagai wujud kasih sayang Tuhan terhadap seluruh makhluk-Nya (rahmatan lil ‘alamin) dalam arti yang sebenarnya. Dan dalam konteks ideal Pancasila ini, setiap orang bisa saling membantu untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan duniawi, setiap orang bebas beribadah untuk meraih kesejahteraan ukhrawi tanpa mengabaikan duniawinya.
Oleh karena itu, di era reformasi ini semestinya kita tidak lagi sibuk mempersoalkan hubungan antara Islam dan keindonesiaan. Kita seharusnya lebih fokus pada upaya bersama untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Dimana kemerdekaan Indonesia ini sudah diperjuangkan oleh para pendahulu kita dengan keringat, tetes air mata, darah dan nyawa. Saat ini cita-cita itu masih menjadi harapan bersama. Dengan tekad yang kuat, usaha maksimal dan doa sungguh-sungguh, Insyallah, bangsa Indonesia bisa merealisasikan cita-cita kemerdekaan itu. Jangan hanya mengutuki kegelapan, lebih baik kita nyalakan api meski sebesar lilin. Jangan hanya mengumpat Indonesia kapan makmur sentausa, tetapi mari bersama-sama membangun negeri tercinta ini dengan ilmu yang luas, iman yang kuat, dan akhlak yang mulia.