Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa luput dari genggaman media. Media selalu menjadi jembatan antar ummat manusia, menjadi penyambung lidah opini dan gagasan, bahkan tak jarang media menjadi landasan berfikir kita.
Hari ini, media menjadi tumpuan paling empuk bagi segelintir orang dalam melancarkan misinya, baik itu positif maupun negatif. Islam sebagai agama yang memiliki penganut yang besar tentu selalu menjadi bahan dalam pergulatan media. Lalu, apakah media islami saat ini bisa kita andalkan?
Islam adalah agama yang memiliki segudang aturan hukum dan penyelesaiannya, oleh karena itu banyak diantara muslim mencari berbagai landasan dalam melakukan suatu perbuatan, salah satu cara mereka adalah dengan mencari jawaban melalui internet. Sebagian orang menganggap segala jawaban yang muncul di internet adalah jawaban yang benar dan kemudian diikuti tanpa melihat sumber dan penulisnya. Hal ini dikarenakan media mempunyai pengaruh yang sangat luar biasa bagi ummat manusia saat ini, pengaruhnya mampu untuk mendefinisikan nilai-nilai tertentu sehingga diterima dan diyakini kebenarannya[1]. Tetapi apakah kita pernah berfikir bahwa dibalik kecakapannya, media memiliki dalang dalam pengembangannya?
Tak ubahnya mata pisau, media sosial mempunyai dua sisi pengaruh. Ia mampu menjadi pengantar yang mampu menjembatani kita menuju jalan kebenaran dan kebaikan, juga tak jarang media mampu menggiring kita ke jalan yang tidak benar maupun kesesatan.
Di Indonesia, saat ini mulai bertebaran ustadz-ustadz, kyai maupun pemuka agama yang aktif di media sosial. Ada yang memang menggunakan medsos sebagai sarana dakwah, ada pula yang menggunakannya hanya sebatas alat komunikasi ke sesama ummat.
Munculnya orang-orang baru dengan gaya baru di media sosial ternyata mampu menjadi sorotan masyarakat dan banyak pula yang kemudian menjadikannya sebagai idola. Tak terkecuali ustadz-ustadz baru yang menyajikan dakwah dengan berbagai genrenya. Ada ustadz yang dakwahnya menampilkan kekhasannya sebagai jiwa muda dengan mengambil tema-tema berbau anak muda seperti: pacaran atau yang sering mereka bilang ta’aruf, PDKT, move on, dll. Adapula yang menyajikan dakwah dengan gaya keras dan tegas. Tentu, dengan akses yang sangat bebas ini masyarakat lebih terbuka wawasannya mengenai agama islam.
Menjadi muslim yang ideal di era milineal seperti saat ini adalah tantangan berat bagi ummat, ummat islam tak lagi harus menggunakan senjata dalam memerangi kemungkaran, tetapi ummat islam saat ini harus mempunyai pegangan iman yang kokoh dan wawasan ilmiah yang luas agar mampu menghadapi tantangan zaman.
Sebagai agama yang kuat dan kokoh, Islam harus didukung pemeluknya dalam menghadapi tantangan zaman tersebut. Islam kontemporer harus bisa menyelaraskan agama dansains, serta pengembangan media islami harus dipegang oleh orang-orang yang benar-benar mampu membawa islam di jalan yang lurus dan fleksibel terhadap modernitas (moderat). Banyak kita jumpai media islami dengan konten yang berisi isu-isu pembelah ummat, mensekte-sektekan golongan dengan ideologi mereka masing-masing. Media selalu menjadi jebakan yang mampu menggiring seseorang yang belum terlalu paham tentang agama ke dalam pemahaman islam radikal. Penghasutan isu atau wacana yang menghebohkan, mulai dari liberalisasi agama, politisasi agama, sekularisasi, serta berbagai hal yang mengaitkan agama dengan apa yang terjadi hari ini sudah menjadi makanan sehari-hari ummat islam saat ini.
Maka dari itu, sebagai masyarakat terpelajar kita harus mampu membedakan mana media dengan konten pemersatu ummat atau justru menjadi pelopor perpecahan ummat. Sebagai contoh, beberapa media islami online di Indonesia yang sampai sekarang masih eksis dalam menjawab permasalahan umat islam sehari-hari diantaranya, ada Suaramuhammadiyah.id, NU Online, dan website-website resmi lainnya.
Menjadi umat islam modern harus lebih pro aktif dan agresif dalam mencari informasi yang benar, sesuai dengan pedoman kitab suci Al-Qur’an dan Hadits. Namun, jangan sampai dengan adanya modernitas dan pesatnya media islam saat ini, lantas kita mengambil sikap sendiri dalam panduan beribadah, tanpa pendampingan seorang guru atau kyai, tentu ini bisa kita anggap keliru, dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim seorang murid harus mencari guru yang benar, secara keilmuan, nasab perguruan, dan asal muasalnya, dari situlah ilmu agama yang kita dapatkan menjadi berkah dan bermanfa’at. Islam kontemporer dan media tidak bisa kita pisahkan di era millennial seperti saat ini.Media mampu menjadi penyambung informasi dari beberapa ahli dalam menemukan jawaban pada setiap problem yang di hadapi ummat. Media islami yang dapat kita andalkan adalah media yang mampu membawa islam sebagai agama perdamaian, agama yang toleran, dan disegani semua ummat manusia di muka bumi ini.