Ahmad Syafii Maarif (2009:16-17) menjelaskan bahwa Islam lahir dan berkembang sepenuhnya dalam darah dan daging sejarah, tidak dalam kevakuman budaya dan tidak pula dalam ruang sunyi yang jauh dari keramaian suasana kota. Islam lahir dan berkembang dalam iklim komersial Quraisy yang ganas, panas, dan urban sifatnya. Islam lahir bukan dalam suasana pedesaan yang sunyi yang serba statis di lingkungan suku Badwi.
Setelah Nabi Saw menerima wahyu pertama di Gua Hira pada tahun 610, beliau tidak lagi berkunjung ke sana untuk selamanya, tetapi langsung terjun ke tengah masyarakat yang sudah sekian lama didera dan diimpit oleh ketidakadilan dan diskriminasi. Pada awalnya Nabi bergerak di lingkungan keluarga terdekatnya, kemudian secara berangsur ke tengah publik.
Sebagai agama sejarah, Islam telah sedang, dan akan terus berinteraksi dan bergumul dengan lingkngan yang berubah sebagai buah dari perubahan sosial yang tidak mengenal henti, dengan tujuan untuk mengarahkan perubahan itu agar tidak tergelincir dari jalan lurus kenabian, yaitu jalan kemanusiaan dan keadilan.
Dapatkah orang misalnya memisahkan antara kelahiran Islam dan lingkungan kearaban? Tentu tidak mungkin. Hanya mereka yang buta sejarah yang akan berteori bahwa Islam muncul dalam kevakuman budaya. Al-Qur’an saja diabadikan dalam bahasa Arab, bahasa ibu Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa wahyu. Yang dilarang adalah memberhalakan kampung halaman, suku, ras, bangsa dan paham yang pada titik tertentu menimbulkan chauvinisme.
Islam memang bersifat universal dalam hakikat ajaran dan misi kemanusiaan. Tetapi praktik sosial Islam dalam format budaya sebagai suku bangsa tidak mungkin bebas dari pengaruh lokal, nasional, ataupun global. Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005, hal ini adalah alamiah. Orang tidak perlu berdebat tentang partikularitas Islam yang sudah menyejarah. Yang harus dikawal adalah doktrin pokoknya yang berupa tauhid, iman, dan amal shaleh. Ia tidak boleh tercemar dan harus utuh sebagai fundamen dari sistem iman seorang Muslim. Sehingga bukanlah kesalahan terminologis jika ada sebutan Islam India, Islam Afganistan, Islam Nigeria, Islam Indonesia dengan segala variasinya.