Rasulullah Muhammad saw telah memberikan petunjuk “ Perintahkan anakmu untuk shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka “. Pertanyaan menggelitik yang muncul dalam diri penulis, mengapa Rasulullah Muhammad saw memerintahkan shalat pada usia tujuh tahun ?. Sedangkan sholat adalah perkara yang sangat penting. Apa salahnya di perintahkan pada anak sejak usia dini ?. Allah swt dan RasulNya pasti tahu di balik itu, karena Allah swt sebagai sang Pencipta makhluk dan Rasulullah saw yang mengawalnya di dunia agar manusia nantinya benar-benar sebagai khalifah fil ardhi ( Pemimpin di muka bumi).
Fakta di lapangan, mengapa manusia sebagai makhluk yang lemah menafikkan aturan Allah dan RasulNya, menggunakan aturan sendiri dan memaksakan kemauan sendiri untuk memaksakan shalat usia dini ? Rasulullah Muhammad saw sebagai utusan Allah swt, sangat senang bisa membahagiakan cucunya Hasan dan Husin bermain di punggung kakeknya ketika shalat. Bahkan Rasulullah saw akan berlama-lama dalam sujudnya agar cucunya puas bermain-main di punggungnya. Hasan dan Husain karena masih usia dini belum tahu esensi shalat dan menganggap kakeknya sebagai kuda yang siap di tunggangi ketika sujud dalam shalat. Hasan Husaipun puas menunggangi punggung kakeknya Rasulullah Muhammad saw hingga selesai shalatnya.
Korelasi Perintah Shalat dengan Belajar
Pengkiyasan umur tujuh tahun juga bisa di implementasikan dalam pembelajaran di sekolah dengan tidak mengajarkan dan memaksakan peserta didik bisa Calistung(Tulis, Baca, Hitung). Prof. Dr. Muhammad Nuh mantan Mendikbud pernah membuat pernyataan pada acara rembuk nasional pendidikan dan kebudayaan (RNPK) dengan penegasan “
Mengajarkan Calistung adalah kewajiban Sekolah Dasar (SD) bukan PAUD. Pernyataan Mendikbud tersebut sesuai dengan aturan hukum yang di atur dalam PERMENDIKNAS RI. No. 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, yang pada substansinya isinya adalah “Kemampuan yang tertinggi yang di harapkan dari lulusan TK adalah membaca dan menulis namanya sendiri. Inipun cukup nama pendek, sekedar mengenali namanya dan memberi nama lembar kerjanya.
Untuk mendukung aturan ini, Dirjen Dasmen mengeluarkan surat Edaran Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah No. 1839/C.C2/TU/2009 perihal Penyelenggaraan Pendidikan TK dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar. Isi surat tersebut adalah : Pendidikan TK tidak di perkenenankan mengajarkan materi calistung secara langsung, pendidikan TK, tidak di perkenankan memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak-anak dalam bentuk apapun, Setiap sekolah dasar (SD) wajib menerima peserta didik tanpa melalui tes masuk. Fakta di lapangan Anak-anak TK tetap di ajarkan calistung walaupun itu melanggar aturan. Di sekolah dasarpun banyak yang menyaring siswanya dengan tes agar mendapatkan input yang baik, walaupun pada dasarnya tes masuk itu melanggar aturan. Akhirnya banyak sekolah yang melakukan itu semua untuk kepentingan yang pragmatis. Sekarang Siapa yang salah, murid, guru, masyarakat, sekiolah atau pemerintah ? Silahkan merenungkan !
Ahmad Riyatno, S.Ag, MPd.I