Akhir bulan Safar 11 H Nabi seringkali mengunjungi pemakaman Baqi’, tidak jauh dari Masjid Nabawi. Pada tengah malam Nabi berziarah ditemani bekas budaknya, lalu beliau berkata pada Maulanya itu: ”Wahai Abu Muwayhibah, aku telah dianugerahi kunci-kunci perbendaharaan dunia dan kejayaannya lalu meraih surga. Aku diberi pilihan itu atau bertemu dengan Tuhanku dan surga, maka aku memilih pertemuan dengan Tuhanku dan surga”. Beliau kemudian memohonkan ampun bagi ahli qubur, lalu kembali ke rumah.
Pada waktu Fajar Nabi merasakan sakit kepala yang belum pernah dialami sebelumnya. Tapi beliau tetap berangkat mengimami shalat di masjid. Selepas shalat beliau naik ke atas mimbar, mendoakan keselamatan bagi para syuhada perang Uhud, lalu bersabda: “Ada seseorang diantara hamba Allah yang diberikan pilihan antara dunia ini atau pertemuan dengan-Nya, dan hamba tersebut memilih berjumpa dengan Tuhannya”. Mendengar itu Abu Bakar menangis sesenggukan, karena ia tahu Nabi sedang berbicara tentang dirinya sendiri dan pilihan yang dimaksud adalah kematian.
Wafatnya Nabi Muhammad saw
Dalam kondisi sakit Nabi masih menyempatkan diri untuk mengimami shalat meski sambil duduk. Beliau juga berpidato menegaskan kepemimpinan Usamah bin Zaid, pemuda 19 tahun yang akan memimpin tiga ribu pasukan muslim menyongsong pasukan Byzantium di Mu’tah. Zaid bin Tsabit, ayahnya tiga tahun lalu gugur dalam pertempuran di sana. Kebijakan Nabi ini dalam rangka mempersiapkan genarasi muda untuk memikul tanggung jawab penegakan agama.
Adzan berikutnya Nabi sudah tidak mampu lagi memimpin shalat, karena kondisinya semakin lemah. Maka beliau meminta Aisyah agar menyuruh Abu Bakar mengimami shalat. Nabi juga berpesan agar menyedekahkan beberapa dinar emas yang disimpannya pada Aisyah. Sesaat kemudian beliau pingsan, ketika tersadar ia menanyakan kembali perihal uang tujuh dinar tersebut. Aisyah terlupa karena kesibukannya mengurus beliau. Nabi menasihatinya bahwa tidak pantas bagi seorang Nabi menghadap Tuhannya dalam kondisi masih menyimpan dinar di rumahnya. Aisyah segera menyampaikan uang itu kepada Ali untuk diserahkan pada fakir miskin.
Pada hari Minggu 11 Rabiul Awwal, Nabi merasa berangsur membaik, maka dari kamar Aisyah, beliau keluar menuju masjid dipapah oleh al-Abbas pamannya dan seorang pemuda. Jamaah shalat Dzuhur telah dimulai dengan diimami Abu Bakar. Para jamaah hampir saja bubar dari shalatnya saking gembiranya melihat Nabi. Namun beliau memberikan isyarat agar shalat mereka diteruskan.
Sejenak beliau berdiri menatap mereka dan wajahnya tampak berseri-seri, beliau maju ke depan dibantu oleh al-Abbas dan Tsawban. Abu Bakar yang sadar apa yang terjadi di belakangnya maka tanpa menoleh Ia mundur ke belakang untuk mempersilahkan kepada Nabi mengimami shalat. Tetapi, Nabi mendorong kembali pundaknya, “Imami shalat jamaahmu”, kata beliau. Nabi sendiri shalat di sebelah kanan Abu Bakar dengan posisi duduk. Itulah kali terakhir Nabi shalat berjamaah bersama umatnya.
Senin tanggal 12 Rabiul Awal 11 H (632 M) saat Subuh, Nabi membuka tabir kediaman rumah beliau (kamar Aisyah) untuk melihat kaum muslim yang sedang berada dalan saf-saf shalat diimami Abu Bakar. Jamaah yang melihat beliau menduga bahwa Nabi akan ikut shalat, tetapi beliau hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar mereka meneruskan shalat. Nabi kemudian menutup lagi tirai kediaman beliau. Jengukan itu adalah pandangan terakhir Rasul kepada umat. Beliau merasa lega umatnya tetap melakukan shalat karena itulah jaminan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Matahari sepenggalah naik, Nabi berbaring di pangkuan Aisyah. Sepertinya segenap kekuatannya telah melemah, tak lama sesudah itu kesadarannya hilang. Sekitar sejam kemudian Nabi kembali membuka matanya, Aisyah mendengar Nabi bergumam membaca ayat suci al-Qur’an:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya. (an Nisa : 69)
Nabi menggerakkan jari telunjuk kanannya sambil melihat ke langit-langit, Aisyah mendengar Nabi bergumam, “Ila ar-Rafiq al-A’la” (menuju teman yang tertinggi, Allah SWT). Inilah kalimat terakhir yang ia dengar dari bibir Nabi. Kepalanya berangsur-angsur bertambah berat di pangkuannya, sambil berlinang air mata Aisyah membaringkan kepala Nabi di atas bantalnya, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Mendengar kabar wafatnya Nabi, pasukan Islam yang sudah bergerak ke utara segera kembali ke Madinah. Beberapa sahabat senior ada bersama pasukan tersebut, termasuk Umar bin Khattab. Setibanya di Madinah Umar berdiri di masjid dan berbicara di hadapan orang banyak, meyakinkan mereka bahwa Nabi hanyalah sedang naik ruhnya menuju Allah seperti Nabi Musa pergi selama empat puluh hari kemudian akan kembali. Orang-orang berkerumun disekitarnya mendengarkan Umar berteriak, “Akan kupotong tangan dan kaki orang-orang munafik yang mengatakan Rasul telah wafat!”.
Abu Bakar yang baru tiba dan sampai di pelataran masjid langsung bergegas ke kediaman Rasulullah. Ia menghampiri Nabi dan membuka kain yang menutupi wajahnya, sejenak ia menatap lalu memeluk dan menciumnya, “Wahai yang lebih kukasihi dari ibu dan ayahku”. Dengan penuh hormat, ia menutup kembali kain itu di atas wajah Nabi, dan keluar menuju kerumunan orang yang masih mendengarkan pidato Umar.
“Tenanglah Umar!”, kata Abu Bakar sambil mendekatinya. Orang-orang berpaling ke Abu Bakar dan menunggu apa yang hendak dikatakan oleh Sahabat Nabi itu. Setelah memuji Tuhan, Abu Bakar berkata, ”Hai Manusia! Barangsiapa menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat dan barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.” Kemudian Ia membacakan ayat:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran : 144)
Mendengar ayat suci tersebut Umar tersadar, tapi kedua kakinya goyah seolah tak bertenaga, ia jatuh tersujud lalu menangis sejadinya. Tak pernah ia membayangkan orang semulia Muhammad akan wafat. Akhirnya ia menyadari bahwa orang yang paling dicintainya itu telah meninggalkan dirinya dan umat Islam seluruhnya. Rasulullah wafat pada usia enam pulu tiga tahun. Rasulullah tidak meninggalkan dinar, dirham, hamba sahaya laki-laki maupun perempuan selain seekor himar putih tunggangan dan pedangnya, serta sebidang tanah yang telah disedekahkannya kepada para ibnu sabil.